Tulisan ini saya buat sekitar Pemilu 2004, dimana salah satu partai Kristen yang 'dinubuati' untuk berjaya di Pemilu 2004 yaitu PDS akhirnya hampir pasti tidak lolos electoral treshold. Berikut saya ingin membagikan pandangan saya soalkarunia roh yang satu ini.
------------------------
Karunia nubuat mungkin merupakan karunia paling kontroversial kedua setelah bahasa roh. Beberapa aliran kristen mengklaim bahwa karunia ini, bersama dengan karunia-karunia adikodrati lainnya sudah 'punah' bersama dengan selesainya kanon Alkitab. Namun saya melihat bahwa sebagian besar orang Kristen masih mempercayai karunia ini, meskipun dengan menggunakan filter-filter yang sangat ketat. Sebagian orang Kristen lainnya, khususnyayang beraliran karismatik, malah sepertinya berlimpah ruah dengan nubuat disana-sini. Saya pernah melihat sebuah acara TV rohani (lewat TV Kabel) dimana si pengkotbah sebentar-sebentar bernubuat ini dan itu pada orang-orang yang ditunjuknya. Saya tersenyum kecut saja saat menyadari bahwa semua 'nubuat' yang diutarakan itu adalah soal uang & kekayaan.
Dari semua pandangan di atas, ada beberapa pandangan tentang nubuat yang menurut saya kurang tepat, yaitu:
1. Karunia nubuat (yang biasanya dimiliki oleh jawatan Nabi) sudah tidak ada lagi
Dengan mengatakan bahwa jawatan nabi sudah kadaluarsa, sama saja dengan mengatakan bahwa empat jawatan lainnyapun (rasul, guru, penginjil & gembala) kadaluarsa. Allah memberikan kelima jawatan tsb untuk "...memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus..." (Ef 4:12) Tanpa salah satu jawatan saja, orang-orang kudus tidak akan lengkap. Sebagaimana peran guru, penginjil dan gembala masa kini sangatlah vital dalam pembangunan tubuh Kristus saat ini, demikian pula peran nabi dan rasul masa kini. Mengapa orang sangat alergi dengan jawatan nabi dan rasul? Saya pikir karena hanya bagian jawatan inilah yang sangat bersentuhan dengan hal-hal rohani. Nabi dan rasul beroperasi didaerah-daerah yang rohani, dan dalam area inilah paling sering terjadi penyalahgunaan. Sayang sekali, tapi memang itulah kenyataannya.
2. Penggenapan nubuat tidak boleh dengan campur tangan manusia.
Hal ini sering menjadi batu sandungan bagi rekan-rekan non karismatik. Ada sebuah kecenderungan untuk mengangkat nubuat sebagai sesuatu yang sangat mistik, sehingga penggenapan nubuatan hanya boleh terjadi oleh tangan Allah langsung. Segala usaha manusia untuk mewujudkan janji Allah dalam nubuat dianggap sebagai usaha untuk me'legal'kan nubuat yang sebenarnya palsu. Banyak contoh di Alkitab yang mengatakan bahwa setelah mendengar sebuah nubuatan, seseorang kemudian melakukan sesuatu agar nubuatan itu terlaksana. Salah satu contoh adalah apa yang dikerjakan raja Asa dalam 2Taw 15. Di situ dikisahkan bahwa setelah raja Asa mendengar nubuatan dari seorang yang diurapi Tuhan, dia melakukan langkah-langkah praktis dan politis agar janji Allah itu menjadi kenyataan. Tuhan Yesus sendiri juga beberapa kali melakukan sesuatu dengan tujuan agar nubuatan tentang diriNya digenapi. Memang ada beberapa nubuat yang hanya bisa terjadi oleh tangan Allah secara adikodrati, tapi tidak semua nubuat seperti itu.
3. Nubuat harus digenapi secepat mungkin
Orang-orang yang tidak percaya pada nubuatan sering menantikan 'gagalnya' penggenapan nubuatan itu dengan melihat bahwa tidak terjadi apapun atau hal-hal yang terjadi ternyata bertentangan dengan apa yang dinubuatkan dan kemudian memastikan bahwa nubuat itu adalah palsu. Kita sering lupa bahwa nubuat-nubuat yang tercantum di Alkitab ada yang belum terjadi bahkan sampai sekarang. Sebagian nubuat memang mencantumkan waktu, sebagian yang lain tidak. Beberapa nubuat dapat dipenuhi dalam beberapa hari, tapi sebagian besar lainnya membutuhkan waktu yang sangat, sangat lama. Secara manusia saya juga tidak memahami mengapa Allah bisa memberikan janji begitu lama sebelum waktu penggenapannya. Jadi, jika kita beruntung, kita bisa mendengar sebuah nubuat pada waktu pertama kali diucapkan dan masih hidup pada waktu nubuat itu digenapi.
4. Nubuat harus digenapi tepat seperti tafsiran (literal) dari perkataannubuat itu.
Saya menjumpai bahwa penggenapan nubuat kadang berbeda dengan tafsiran awal dari nubuatan itu sendiri. Orang Farisi adalah contohnya. Mereka memiliki tafsiran awal yang sudah paten tentang bagaimana Mesias itu seharusnya. Mereka sangat menantikan Mesias, lalu kitab PL adalah kitab mereka, ditulis dalam bahasa mereka, berkembang bersama kebudayaan mereka selama ribuan tahun. Tidak ada orang lain yang memiliki tafsiran paling valid tentang setiap nubuat pada kitab PL pada saat itu kecuali golongan Farisi. Itu sebabnya mereka tidak bisa menerima Yesus sebagai sang Mesias, karena penggenapan nubuat itu berbeda dengan penafsiran mereka selama itu. Sekian tahun setelah kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke sorga, barulah orang-orang Yahudi kristen yang mula-mula menemukan 'tafsiran yang sesungguhnya' dari setiap nubuatan PL tentang Mesias. Dan saat ini tafsiran'baru' inilah yang kita gunakan. Ahli-ahli Yudaisme saat ini akan menuduh orang-orang semacam kita ini "membaca PL dengan kacamata PB". Jadi mungkinsaja penggenapan nubuat terjadi diluar tafsiran kita sebelumnya tentangnubuat itu.
5. Keabsahan nubuat tergantung dari siapa orang yang bernubuat.
Di jaman kasih karunia ini masih cukup banyak orang yang berpendapat bahwa Allah hanya akan memakai orang dengan syarat-syarat moral/teologis tertentu. Film "The Passion" dikritik habis-habisan karena Mel Gibson orang Katolik, membintangi banyak film-film dunia yang penuh dengan kekerasan, mendapatkan skenario dari sebuah penglihatan seorang biarawati yang 'dirasuk setan', memakai artis film porno, dst, dst. Demikian juga seorang nabi ditolak nubuatannya karena ia tidak memenuhi syarat ini dan itu, dimana sebenarnya orang-orang yang sepertinya memenuhi syarat malah tidak pernah bernubuat. Alkitab mencantumkan bahwa Allah memakai keledai untuk berbicara, bahwa Allah menyebut Nebukadnezar sebagai "hambaKu", bahwa Allah memakai Yehuda yang berzinah dengan Tamar untuk menurunkan Kristus, dst, dst. Apakah kasih karunia itu bersyarat? "..Sebab kamu semua boleh bernubuat..." itulah kataAlkitab (1Kor 14:31). Darimanakah kita saat ini menemukan syarat-syarat yang begitu banyak untuk melarang atau mengolok orang yang bernubuat? Saya tidak bermaksud bahwa nantinya setiap gelandangan pinggir jalan bisa bernubuat kepada saya dan saya harus mendengarkan mereka. Tapi saya percaya bahwa Allah dapat memakai *siapapun* bahkan *apapun* untuk berbicara kepada umatNya diluar dugaan kita.
6. Nubuat selalu bersifat 'menyenangkan telinga'
Hal ini yang sering dilakukan oleh orang kristen karismatik. Mereka cenderung bernubuat atau mempercayai nubuat yang menyenangkan telinga saja."Kamu akan diberkati...", "Tuhan akan menolong kamu...", "Sebentar lagi, kamu akan menerima sekian juta rupiah...", dst, dst. Saya berpendapat bahwa mungkin saja ada nubuat-nubuat 'kemakmuran' semacam itu, namun pola di Alkitab ialah bahwa nubuat-nubuat semacam itu biasanya memiliki 'ancaman/syarat' di sisi lainnya. Jadi saya tidak percaya kalau ada seorang nabi yang isi nubuatnya melulu hal-hal yang manis saja, dimana semua janjiTuhan itu bisa diterima tanpa syarat, tanpa pertobatan, tanpa doa syafaat,tanpa ketaatan terhadap Firman, dll. Tujuan nubuat adalah membangun Tubuh Kristus, bukan membius Tubuh itu dengan janji yang muluk-muluk tanpa harga yang harus dibayar (atau harganya harus dibayar saat itu juga, berupa cek/tunai, he..he...).
Lalu apa yang saya lakukan jika mendengar sebuah nubuat?
"Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." 1Tes 5:19-21.
Sikap saya yang pertama pada waktu mendengar atau mengetahui sebuat nubuatan adalah *menghargai* hal itu sebagai sebuah *kemungkinan* bahwa Tuhan memang sedang berbicara melalui orang tsb. Inilah yang harus saya lakukan agar saya tidak memadamkan Roh dan meremehkan nubuat tanpa sengaja. Selalu ada kemungkinan bahwa seseorang itu bernubuat palsu, tapi lebih baik saya menemukan kepalsuan itu pada akhirnya daripada dari awal saya sudah melanggar firman untuk tidak memadamkan Roh dan meremehkan nubuat.
Sikap saya berikutnya adalah menguji dengan cara 'membenturkan' nubuat itu dengan Firman. Apakah nubuat itu bertentangan secara literal dengan Firman yang tertulis, ataukah bertentangan dengan karakter sang Firman itu? Jika ada sebuah nubuat bahwa "Allah akan menyembuhkan luka bangsa Indonesia"; apakah Allah saya bisa/mungkin menghendaki hal itu? Jika memang Allah mengasihi Indonesia, Dia akan menyembuhkan bangsa ini, itulah yang saya percaya tentang Allah saya. Terhadap nubuatan semacam itu, saya mengatakan"Amin, terjadilah ya Tuhan", tidak peduli siapapun yang mengatakannya. Tapi jika ada seorang yang bernubuat, "Jika anda memberikan saya sejuta dolar pada malam ini, Allah akan melipatgandakan uangmu dalam 30 hari", dengan segera saya akan cenderung menilai itu sebagai hal yang palsu, karena saya tidak mengenal Allah yang berkarakter pengganda uang instan seperti itu.
Sikap saya selanjutnya ialah menantikan dan berdoa dan 'memegang yang baik', yaitu melakukan hal-hal baik yang bisa dilakukan agar janji Tuhan yang saya percayai dalam nubuat itu dapat menjadi kenyataan/digenapi. Jika saya adalah si tua Abraham yang pada waktu menerima janji tentang Ishak sudah uzur, bahkan istri saya sudah menopause, mulai hari itu saya akan mulai menjadwal hubungan seks dengan istri saya lagi. Saya akan 'berusaha' supaya janji Allah memberikan keturunan menjadi kenyataan, meskipun kenyataannya saya baru menerima hasilnya 25 tahun kemudian. Jika mendukung PDS merupakan salah satu cara yang bisa saya lakukan, saya lakukan. Hasil akhirnya? Saya tidak tahu. Apakah PDS betul-betul akan menjadi garam dan terang di Indonesia? Saya tidak tahu, saya hanya berharap begitu. Apakah Tuhan akan memulihkan Indonesia pada tahun ini atau tahun depan? Saya tidak tahu, saya hanya berharap begitu. Apakah Tuhan akan memulihkan Indonesia 30 tahun lagi? Saya tidak tahu. Saya hanya percaya bahwa Tuhan *akan* memulihkan Indonesia. Saya percaya karena itulah karakterTuhan saya, Yehova Rapha - Allah yang menyembuhkan.
Sikap saya yang terakhir adalah bersiap untuk menerima kemungkinan penggenapan yang tidak sesuai dengan pengertian saya yang semula terhadap nubuatan itu. Apakah pemulihan Indonesia berarti PDS akan menjadi partai terbesar? Saya tidak tahu. Apakah pemulihan Indonesia berarti Indonesia akan menjadi negara Kristen? Saya tidak tahu. Apakah pemulihan Indonesia berarti Indonesia akan menjadi negara terkaya di dunia? Saya tidak tahu. Saya lebih cenderung untuk menantikan wujud pemulihan itu, melakukan apa yang bisa saya lakukan, sambil berharap bahwa saya masih hidup pada waktu pemulihan itu terjadi.
No comments:
Post a Comment