Wednesday, May 24, 2006

Tentang Karunia Nubuat

Tulisan ini saya buat sekitar Pemilu 2004, dimana salah satu partai Kristen yang 'dinubuati' untuk berjaya di Pemilu 2004 yaitu PDS akhirnya hampir pasti tidak lolos electoral treshold. Berikut saya ingin membagikan pandangan saya soalkarunia roh yang satu ini.
------------------------
Karunia nubuat mungkin merupakan karunia paling kontroversial kedua setelah bahasa roh. Beberapa aliran kristen mengklaim bahwa karunia ini, bersama dengan karunia-karunia adikodrati lainnya sudah 'punah' bersama dengan selesainya kanon Alkitab. Namun saya melihat bahwa sebagian besar orang Kristen masih mempercayai karunia ini, meskipun dengan menggunakan filter-filter yang sangat ketat. Sebagian orang Kristen lainnya, khususnyayang beraliran karismatik, malah sepertinya berlimpah ruah dengan nubuat disana-sini. Saya pernah melihat sebuah acara TV rohani (lewat TV Kabel) dimana si pengkotbah sebentar-sebentar bernubuat ini dan itu pada orang-orang yang ditunjuknya. Saya tersenyum kecut saja saat menyadari bahwa semua 'nubuat' yang diutarakan itu adalah soal uang & kekayaan.

Dari semua pandangan di atas, ada beberapa pandangan tentang nubuat yang menurut saya kurang tepat, yaitu:

1. Karunia nubuat (yang biasanya dimiliki oleh jawatan Nabi) sudah tidak ada lagi
Dengan mengatakan bahwa jawatan nabi sudah kadaluarsa, sama saja dengan mengatakan bahwa empat jawatan lainnyapun (rasul, guru, penginjil & gembala) kadaluarsa. Allah memberikan kelima jawatan tsb untuk "...memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus..." (Ef 4:12) Tanpa salah satu jawatan saja, orang-orang kudus tidak akan lengkap. Sebagaimana peran guru, penginjil dan gembala masa kini sangatlah vital dalam pembangunan tubuh Kristus saat ini, demikian pula peran nabi dan rasul masa kini. Mengapa orang sangat alergi dengan jawatan nabi dan rasul? Saya pikir karena hanya bagian jawatan inilah yang sangat bersentuhan dengan hal-hal rohani. Nabi dan rasul beroperasi didaerah-daerah yang rohani, dan dalam area inilah paling sering terjadi penyalahgunaan. Sayang sekali, tapi memang itulah kenyataannya.

2. Penggenapan nubuat tidak boleh dengan campur tangan manusia.
Hal ini sering menjadi batu sandungan bagi rekan-rekan non karismatik. Ada sebuah kecenderungan untuk mengangkat nubuat sebagai sesuatu yang sangat mistik, sehingga penggenapan nubuatan hanya boleh terjadi oleh tangan Allah langsung. Segala usaha manusia untuk mewujudkan janji Allah dalam nubuat dianggap sebagai usaha untuk me'legal'kan nubuat yang sebenarnya palsu. Banyak contoh di Alkitab yang mengatakan bahwa setelah mendengar sebuah nubuatan, seseorang kemudian melakukan sesuatu agar nubuatan itu terlaksana. Salah satu contoh adalah apa yang dikerjakan raja Asa dalam 2Taw 15. Di situ dikisahkan bahwa setelah raja Asa mendengar nubuatan dari seorang yang diurapi Tuhan, dia melakukan langkah-langkah praktis dan politis agar janji Allah itu menjadi kenyataan. Tuhan Yesus sendiri juga beberapa kali melakukan sesuatu dengan tujuan agar nubuatan tentang diriNya digenapi. Memang ada beberapa nubuat yang hanya bisa terjadi oleh tangan Allah secara adikodrati, tapi tidak semua nubuat seperti itu.

3. Nubuat harus digenapi secepat mungkin
Orang-orang yang tidak percaya pada nubuatan sering menantikan 'gagalnya' penggenapan nubuatan itu dengan melihat bahwa tidak terjadi apapun atau hal-hal yang terjadi ternyata bertentangan dengan apa yang dinubuatkan dan kemudian memastikan bahwa nubuat itu adalah palsu. Kita sering lupa bahwa nubuat-nubuat yang tercantum di Alkitab ada yang belum terjadi bahkan sampai sekarang. Sebagian nubuat memang mencantumkan waktu, sebagian yang lain tidak. Beberapa nubuat dapat dipenuhi dalam beberapa hari, tapi sebagian besar lainnya membutuhkan waktu yang sangat, sangat lama. Secara manusia saya juga tidak memahami mengapa Allah bisa memberikan janji begitu lama sebelum waktu penggenapannya. Jadi, jika kita beruntung, kita bisa mendengar sebuah nubuat pada waktu pertama kali diucapkan dan masih hidup pada waktu nubuat itu digenapi.

4. Nubuat harus digenapi tepat seperti tafsiran (literal) dari perkataannubuat itu.
Saya menjumpai bahwa penggenapan nubuat kadang berbeda dengan tafsiran awal dari nubuatan itu sendiri. Orang Farisi adalah contohnya. Mereka memiliki tafsiran awal yang sudah paten tentang bagaimana Mesias itu seharusnya. Mereka sangat menantikan Mesias, lalu kitab PL adalah kitab mereka, ditulis dalam bahasa mereka, berkembang bersama kebudayaan mereka selama ribuan tahun. Tidak ada orang lain yang memiliki tafsiran paling valid tentang setiap nubuat pada kitab PL pada saat itu kecuali golongan Farisi. Itu sebabnya mereka tidak bisa menerima Yesus sebagai sang Mesias, karena penggenapan nubuat itu berbeda dengan penafsiran mereka selama itu. Sekian tahun setelah kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke sorga, barulah orang-orang Yahudi kristen yang mula-mula menemukan 'tafsiran yang sesungguhnya' dari setiap nubuatan PL tentang Mesias. Dan saat ini tafsiran'baru' inilah yang kita gunakan. Ahli-ahli Yudaisme saat ini akan menuduh orang-orang semacam kita ini "membaca PL dengan kacamata PB". Jadi mungkinsaja penggenapan nubuat terjadi diluar tafsiran kita sebelumnya tentangnubuat itu.

5. Keabsahan nubuat tergantung dari siapa orang yang bernubuat.
Di jaman kasih karunia ini masih cukup banyak orang yang berpendapat bahwa Allah hanya akan memakai orang dengan syarat-syarat moral/teologis tertentu. Film "The Passion" dikritik habis-habisan karena Mel Gibson orang Katolik, membintangi banyak film-film dunia yang penuh dengan kekerasan, mendapatkan skenario dari sebuah penglihatan seorang biarawati yang 'dirasuk setan', memakai artis film porno, dst, dst. Demikian juga seorang nabi ditolak nubuatannya karena ia tidak memenuhi syarat ini dan itu, dimana sebenarnya orang-orang yang sepertinya memenuhi syarat malah tidak pernah bernubuat. Alkitab mencantumkan bahwa Allah memakai keledai untuk berbicara, bahwa Allah menyebut Nebukadnezar sebagai "hambaKu", bahwa Allah memakai Yehuda yang berzinah dengan Tamar untuk menurunkan Kristus, dst, dst. Apakah kasih karunia itu bersyarat? "..Sebab kamu semua boleh bernubuat..." itulah kataAlkitab (1Kor 14:31). Darimanakah kita saat ini menemukan syarat-syarat yang begitu banyak untuk melarang atau mengolok orang yang bernubuat? Saya tidak bermaksud bahwa nantinya setiap gelandangan pinggir jalan bisa bernubuat kepada saya dan saya harus mendengarkan mereka. Tapi saya percaya bahwa Allah dapat memakai *siapapun* bahkan *apapun* untuk berbicara kepada umatNya diluar dugaan kita.

6. Nubuat selalu bersifat 'menyenangkan telinga'
Hal ini yang sering dilakukan oleh orang kristen karismatik. Mereka cenderung bernubuat atau mempercayai nubuat yang menyenangkan telinga saja."Kamu akan diberkati...", "Tuhan akan menolong kamu...", "Sebentar lagi, kamu akan menerima sekian juta rupiah...", dst, dst. Saya berpendapat bahwa mungkin saja ada nubuat-nubuat 'kemakmuran' semacam itu, namun pola di Alkitab ialah bahwa nubuat-nubuat semacam itu biasanya memiliki 'ancaman/syarat' di sisi lainnya. Jadi saya tidak percaya kalau ada seorang nabi yang isi nubuatnya melulu hal-hal yang manis saja, dimana semua janjiTuhan itu bisa diterima tanpa syarat, tanpa pertobatan, tanpa doa syafaat,tanpa ketaatan terhadap Firman, dll. Tujuan nubuat adalah membangun Tubuh Kristus, bukan membius Tubuh itu dengan janji yang muluk-muluk tanpa harga yang harus dibayar (atau harganya harus dibayar saat itu juga, berupa cek/tunai, he..he...).

Lalu apa yang saya lakukan jika mendengar sebuah nubuat?

"Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." 1Tes 5:19-21.

Sikap saya yang pertama pada waktu mendengar atau mengetahui sebuat nubuatan adalah *menghargai* hal itu sebagai sebuah *kemungkinan* bahwa Tuhan memang sedang berbicara melalui orang tsb. Inilah yang harus saya lakukan agar saya tidak memadamkan Roh dan meremehkan nubuat tanpa sengaja. Selalu ada kemungkinan bahwa seseorang itu bernubuat palsu, tapi lebih baik saya menemukan kepalsuan itu pada akhirnya daripada dari awal saya sudah melanggar firman untuk tidak memadamkan Roh dan meremehkan nubuat.

Sikap saya berikutnya adalah menguji dengan cara 'membenturkan' nubuat itu dengan Firman. Apakah nubuat itu bertentangan secara literal dengan Firman yang tertulis, ataukah bertentangan dengan karakter sang Firman itu? Jika ada sebuah nubuat bahwa "Allah akan menyembuhkan luka bangsa Indonesia"; apakah Allah saya bisa/mungkin menghendaki hal itu? Jika memang Allah mengasihi Indonesia, Dia akan menyembuhkan bangsa ini, itulah yang saya percaya tentang Allah saya. Terhadap nubuatan semacam itu, saya mengatakan"Amin, terjadilah ya Tuhan", tidak peduli siapapun yang mengatakannya. Tapi jika ada seorang yang bernubuat, "Jika anda memberikan saya sejuta dolar pada malam ini, Allah akan melipatgandakan uangmu dalam 30 hari", dengan segera saya akan cenderung menilai itu sebagai hal yang palsu, karena saya tidak mengenal Allah yang berkarakter pengganda uang instan seperti itu.

Sikap saya selanjutnya ialah menantikan dan berdoa dan 'memegang yang baik', yaitu melakukan hal-hal baik yang bisa dilakukan agar janji Tuhan yang saya percayai dalam nubuat itu dapat menjadi kenyataan/digenapi. Jika saya adalah si tua Abraham yang pada waktu menerima janji tentang Ishak sudah uzur, bahkan istri saya sudah menopause, mulai hari itu saya akan mulai menjadwal hubungan seks dengan istri saya lagi. Saya akan 'berusaha' supaya janji Allah memberikan keturunan menjadi kenyataan, meskipun kenyataannya saya baru menerima hasilnya 25 tahun kemudian. Jika mendukung PDS merupakan salah satu cara yang bisa saya lakukan, saya lakukan. Hasil akhirnya? Saya tidak tahu. Apakah PDS betul-betul akan menjadi garam dan terang di Indonesia? Saya tidak tahu, saya hanya berharap begitu. Apakah Tuhan akan memulihkan Indonesia pada tahun ini atau tahun depan? Saya tidak tahu, saya hanya berharap begitu. Apakah Tuhan akan memulihkan Indonesia 30 tahun lagi? Saya tidak tahu. Saya hanya percaya bahwa Tuhan *akan* memulihkan Indonesia. Saya percaya karena itulah karakterTuhan saya, Yehova Rapha - Allah yang menyembuhkan.

Sikap saya yang terakhir adalah bersiap untuk menerima kemungkinan penggenapan yang tidak sesuai dengan pengertian saya yang semula terhadap nubuatan itu. Apakah pemulihan Indonesia berarti PDS akan menjadi partai terbesar? Saya tidak tahu. Apakah pemulihan Indonesia berarti Indonesia akan menjadi negara Kristen? Saya tidak tahu. Apakah pemulihan Indonesia berarti Indonesia akan menjadi negara terkaya di dunia? Saya tidak tahu. Saya lebih cenderung untuk menantikan wujud pemulihan itu, melakukan apa yang bisa saya lakukan, sambil berharap bahwa saya masih hidup pada waktu pemulihan itu terjadi.

Allah Yang "Terbatas"

Setelah beberapa kali membaca seluruh Alkitab, saya mengambil kesimpulan bahwa Allah kita adalah Allah yang "terbatas". Yang membatasi Allah adalah diriNya sendiri, karakterNya sendiri. Sebagai contoh: Allah tidak bisa melanggar janjiNya, Allah tidak bisa berubah setia. Allah pastilah bisa"membatasi" kuasaNya karena Ia Maha Kuasa.

Salah satu karakter yang 'sangat' membatasi Allah adalah Kasih. Allah adalah Kasih (1 Yoh 4:8,16). Kasih yang sempurna justru tidak bisa berdiri sendiri. Kasih memerlukan obyek, untuk itulah Allah menciptakan manusia. Kalau boleh saya mengatakan: "Tanpa manusia, kasih Allah tidak sempurna". Kasih yang sempurna membutuhkan dua pihak yang saling mengasihi secara bebas. Kasih membuat seseorang merendahkan diri dan membatasi diri. Bagi saya betapa menyedihkannya jikalau ada orang yang mengasihi saya karena memang "tidak bisa menolak" kedaulatan saya atau karena saya menciptakannya seperti itu.

Saya tidak tahu berapa kali Allah Alkitab memberikan respon kepada umatNya sebagai seorang kekasih. Ketika Dia 'terharu' pada iman Abraham waktu Abraham rela mengorbankan Ishak, murka ketika umatNya melanggar perintahNya, rindu untuk berada dekat umatNya, menyesal ketika ia menghukum umatNya, dst. Allah Alkitab betul-betul adalah Allah yang memiliki hati seorang Bapa kepada anak-anakNya. Segala pergumulan seorang yang jatuh cinta telah dirasakanNya, betapa LUAR BIASAnya Allahkita.

Yer 18 : 7-10 Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan mencabut, merobohkan dan membinasakannya. Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka. Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan membangun dan menanam mereka. Tetapi apabila mereka melakukan apa yang jahat di depan mata-Ku dan tidak mendengarkan suara-Ku, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak mendatangkan keberuntungan yang Kujanjikan itu kepada mereka.

Yeh 18 : 21-24 Tetapi jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapan-Ku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia; ia akan hidup karena kebenaran yang dilakukannya. Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik? demikianlah firman Tuhan ALLAH. Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup? Jikalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan seperti segala kekejian yang dilakukan oleh orang fasik--apakah ia akan hidup? Segala kebenaran yang dilakukannya tidak akan diingat-ingat lagi. Ia harus mati karena ia berobah setia dan karena dosa yang dilakukannya.

Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa tindakan Allah 'tergantung' kepada tindakan umatNya dan tanggapan umatNya menentukan apayang akan dilakukanNya. Inilah resiko dari sebuah relationship, dimana satu sama lain saling mempengaruhi. "Allah tidak berkenan kepada kematian orang fasik", bagaimana itu bisa terjadi kalau Dia yang merencanakan kematian orang fasik itu?

TETAPI....

Roma 9:14-21 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidakadil? Mustahil! Sebab Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: "Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasa-Ku di dalam engkau, dan supaya nama-Ku dimasyhurkan di seluruh bumi." Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendaki-Nya. Sekarang kamu akan berkata kepadaku: "Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkan-Nya? Sebab siapa yang menentang kehendak-Nya?" Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?" Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?

Saya melihat ayat-ayat di atas digunakan sebagai (salah satu) dasar untuk konsep predestinasi. Ayat-ayat tsb seakan-akan bertentangan dengan tulisan saya di atas, namun jika kita melihat ayat-ayat selanjutnya:

Roma 9:30-32 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan.

Lalu Roma 11:7-11
Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, seperti ada tertulis: "Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini." Dan Daud berkata: "Biarlah jamuan mereka menjadi jerat dan perangkap, penyesatan dan pembalasan bagi mereka. Dan biarlah mata mereka menjadi gelap, sehingga mereka tidak melihat, dan buatlah punggung mereka terus-menerus membungkuk." Maka aku bertanya: Adakah mereka tersandung dan harus jatuh? Sekali-kali tidak! Tetapi oleh pelanggaran mereka, keselamatan telah sampai kepada bangsa-bangsa lain, supaya membuat mereka cemburu.

Maka saya mengambil kesimpulan, bahwa predestinasi (bagi saya) adalah sebuah penggenapan rencana Allah melalui kehendak bebas manusia. Dengan kemahakuasaanNya, Allah sanggup membuat sebuah pilihan bebas bekerja untuk rencanaNya (ingat Roma 8:28). Apakah mereka harus jatuh (Rom 11:11) karenaAllah sudah mempredestine demikian? Jawabnya ialah: tidak Mengapa Israel tidak mencapai tujuannya, karena Allah menghendaki demikian? Jawabnya:tidak (Rom 9:32). Jadi Rasul Paulus kelihatannya meletakkan prinsip bahwa tanggapan (pilihan) bebas kita terhadap Firman Allahlah yang membuat segala sesuatu terjadi seperti apa adanya.

KESIMPULAN

Bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu, dan tidak ada sesuatupun yang berlaku di luar kendaliNya. *Entah* bagaimana kehendak bebas manusia, di satu sisi tetap tidak akan mampu membatalkan apa yang telah Dia rencanakan oleh kasih karuniaNya. Tetapi pada saat yang sama Dia tidak bertanggung jawab atas pilihan bebas tersebut, bukan Dia yang membuat manusia membuat pilihan tertentu, Dia tidak pernah menggunakan kuasaNya untuk "memaksakan" rencanaNya. Namun dalam kebebasan mutlak manusia tersebut, rencanaNya tetap berjalan, meskipun Dia sendiri harus murka, berduka, dll. Jadi manusia menuai apa yang ditaburnya, dan Allah akan menerima segala kemuliaan yang memang layak Dia terima.

Selebihnya adalah misteri...

Roma 11:33 O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!

Amin.

Predestinasi vs. Free Will, sebuah titik temu

Tulisan ini saya buat September 2001, waktu hangat-hangatnya perdebatan soal predestinasi vs. freewill dalam keselamatan di sebuah milis Kristen.

AL

------------------------------

Topik pertentangan antara faham predestinasi vs. kehendak bebas kelihatannya masih akan berlangsung terus sampai Yesus datang kedua kalinya. Sudah banyak argumen yang masing-masing cukup kuat yang diadu begitu rupa oleh para penganut masing-masing faham, tapi kelihatannya masih belum ada titik temu.

Beberapa hari ini saya coba merenungkan kembali perbedaan kedua faham ini, tiba-tiba timbul semacam 'pencerahan' dalam pikiran saya. Saya pikir bahwa kedua faham ini mestinya memiliki titik temu.

Allah kita adalah Alfa dan Omega, yang Awal dan yang Akhir. Itu berarti Dia sudah 'berada' di awal segala sesuatu dan sekaligus di akhir segala sesuatu. Sebagaimana kita ketahui bahwa perkataan 'awal' dan 'akhir' berbicara masalah dimensi waktu, sedangkan Allah kita sama sekali tidak terikat oleh dimensi waktu ini. Dia bisa berada di masa lampau dan masa depan sekaligus.

Dari pertanyaan2 penganut faham predestinasi saya melihat bahwa salah satu alasan utama predestinasi adalah jika Allah memang merencanakan semua orang untuk selamat, maka semua PASTI selamat, karena rencana Allah tidak pernah gagal. Jadi kalau ada yang tidak selamat, itu berarti memang sudah ditetapkan sebelumnya. Disini kedaulatan Allah menempati posisi mutlak.

Sedangkan penganut free will mengatakan bahwa Allah mengasihi semua orang dan tidak mungkin Ia sengaja 'menetapkan' seseorang untuk dibinasakan selamanya. Jadi jika ada orang yang tidak selamat, itu pasti karena kehendak bebasnya untuk menolak berita Injil. Tentu saja kedua pandangan ini memiliki ayat2 pendukung masing-masing.

Saya berpikir bahwa kalau Allah kita sudah ada di akhir segala sesuatu, maka Ia pasti mengetahui siapa yang selamat dan siapa yang tidak, maka dari sudut pandang ilahi semua yang terjadi sekarang adalah sepertinya "sudah ditetapkan". Hal ini seperti kalau kita sudah menonton sebuah film, maka setelah mengetahui ending dari film tsb, kita bisa mengatakan bahwa jalan cerita film tsb sudah 'ditetapkan' untuk menjadi begini atau begitu. Disini kita bisa menerima ayat-ayat yang mengatakan tentang "ditetapkan untuk ... dari sejak awal penciptaan" atau "dipilih sejak semula". Ayat-ayat ini menjadi masuk akal dipandang dari sudut pandang Allah adalah Alfa dan Omega. Bagi Allah waktu tidaklah berarti. Awal penciptaan, saat ini, sampai akhir jaman, semuanya sudah terpampang jelas di hadapanNya. Dari sudut pandang ini, segala sesuatunya 'telah ditetapkan'.

Tetapi saya berpendapat bahwa meskipun Allah ada di akhir segala sesuatu, itu tidak berarti bahwa Ia menentukan segala sesuatu yang terjadi 'sekarang'. Dari sudut pandang manusia, skenario masih sedang berjalan dan belum berakhir, maka kita semua tidak tahu siapa bakal selamat siapa tidak. Kehendak bebas masing-masing manusia memegang peranan. Injil tetap harus diberitakan, barang siapa menerima Yesus akan diselamatkan, yang menolak akan binasa. Manusia bebas untuk memilih. Keselamatan ditawarkan kepada semua orang yang mau menerimanya. Disini ayat-ayat yang berbicara tentang "semua orang" atau "barangsiapa yang menanggapi" menemukan konteksnya.

Disini saya pikir bahwa mungkin inilah 'titik temu' faham predestinasi dengan free will. Tapi tentu saja mesti ada pelebaran sudut pandang dari kedua jenis faham agar bisa menyetujui hal ini. Jadi predestinasi benar dari sudut pandang Allah yang Alfa dan Omega dan free will benar dari sudut pandang manusia sebagai pelaku yang terikat oleh dimensi waktu. Bagi Allah semuanya 'telah selesai', sedangkan bagi manusia semuanya masih 'sedang berlangsung'. Jadi predestinasi dan free will kedua-duanya benar, hanya dibutuhkan sudut pandang yang berbeda untuk melihat kebenaran dari masing-masing faham. Bagaimana pendapat anda?

Hilangnya Theos dalam teologi kita-Sebuah Refleksi

Adalah mengherankan bagi saya bahwa begitu banyak percakapan teologis yang terjadi di antara orang-orang yang mengakunya sedang berteologi, tidak mengandung atau hanya sedikit sekali mengandung Allah itu sendiri. Betapa asiknya kita berbicara hal-hal yang teologis, membedah segala sesuatu dengan logika dan akal budi kita, tanpa pernah menyadari 'hilangnya' Allah dari segala percakapan kita.

Teologi menjadi begitu menarik, lebih dari Allah sendiri. Orang-orang dan gereja-gereja berlomba untuk menjadi yang paling akurat dalam teologi, yang satu mengkritik yang lain, yang lain membuktikan kelemahan yang lain lagi, dst. Pengertian dan pemahaman intelektual tentang Allah dijabarkan dan diperdebatkan dengan begitu akurat, tanpa ada lagi 'sentakan' rasa gentar dan takut terhadap Pribadi yang begitu mulia. Suatu Pribadi agung yang bisa dikenal, dicintai dan begitu menyenangkan kini telah dijepit dalam kaca preparat laboratorium teologis kita, dimana kita bisa membedahNya, memotongnya dengan laser, mencampurnya dengan zat-zat lain sambil meneliti bagian-bagianNya dengan mikroskop intelektual kita. Kita bertanya-tanya tentang banyak hal dan kita berusaha mencari jawabannya dengan membedah dengan lebih akurat lagi, dengan mikroskop intelektual yang lebih tajam lagi.

Gereja-gereja kehilangan pengikutnya dan ada yang berkata: "itu karena gereja meninggalkan fundamentalisme teologi", yang lain bilang: "itu karena gereja terlalu fundamentalis dalam berteologi". Kedua pendapat tersebut memiliki kebenarannya sendiri-sendiri. Tapi Allah lah yang memberi kehidupan dan tanpa Allah kehidupan akan layu. Gereja kehilangan pengikutnya karena gereja kehilangan Allah! Teologi dan doktrin, fundamentalis atau bukan, bisa tetap berdiri tegak oleh kekuatan intelektual belaka. Tapi jiwa manusia tidak dibuat dari bahan-bahan intelektualisme saja. Ada sebuah lubang yang tak terduga dalamnya - yang pengertian dan pemahaman sebesar dan sehebat apapun tidak akan dapat mengisinya - dalam jiwa manusia yang hanya bisa diisi oleh Allah sendiri.

Betapa pentingnya pengertian dan pemahaman yang benar tentang Alkitab, tentang doktrin atau apapun juga, namun Allah lah yang harus menjadi subyeknya. Rasa takut dan gentar kepada Dia yang menjadikan langit dan bumi harus membayangi setiap proses pembelajaran teologis kita, atau semuanya akan menjadi sekadar wacana kosong belaka, sekedar bahan perdebatan yang tidak ada akhirnya.

Mengapa gereja kehilangan perannya? Karena gereja terlalu asik berteologi dan melupakan Allah. Teologi yang baik dan benar mendatangkan rasabenar-diri. Rasa benar-diri membuat percaya diri meningkat. Percaya diri yang baik ditambah pengetahuan yang memadai menjadikan orang-orang yang berkualitas. Orang-orang yang berkualitas akhirnya berhasil dalam apapun yang mereka kerjakan. Keberhasilan menambah keyakinan mereka akan kebenaran dan keakuratan teologi mereka, dan siklus ini berulang lagi. Jadilah gereja berasik-ria dengan keberhasilannya sendiri.

Jika Allah yang menjadi subyek, yang ada adalah rasa rendah diri, dilanjutkan dengan permohonan belas kasihan. Dalam ketidak berdayaan itu timbul pengharapan akan kebaikan Allah. Timbul pengakuan tulus bahwa tanpa Allah kita tidak bisa melakukan apapun yang baik. Dari situ kita belajar untuk bergantung kepada Dia saja. Kebergantungan kepada Allah akan membawa kita dalam rencanaNya, baik melalui puncak kesuksesan, maupun lembah kekelaman. Jalan manapun yang kita lalui, kita akan mengetahui bahwa Allah tidaklah membutuhkan apapun dari kita. Dia tidak butuh uang kita, tidak butuh pertimbangan, nasehat atau penghiburan dari kita. Yang membutuhkan semua itu adalah orang-orang di sekitar kita. Kita harus menjadi alat bagiNya untuk menjawab kebutuhan itu. Apakah mereka menjadi Kristen atau tidak, itu urusanNya. Kasih Allah harus dinyatakan dalam perbuatan tangan kita. Iman harus ditunjukkan lewat perbuatan dan pengharapan harus nyata bagi semua orang.

Saat ini gereja memiliki sumber-sumber teologis yang luar biasa berlimpahnya, tetapi seperti kata pepatah 'tikus mati dalam lumbung padi', begitulah gereja megap-megap kekeringan rohani ditengah-tengah semua kekayaan teologis yang dimilikinya. Ah, alangkah baiknya jika setiap gereja mau mencari Allah dengan sungguh-sungguh dan tidak menggantikanNya atau berpuas diri dengan sekedar pemahaman teologis tentang Dia. (Medio November 2001)

Guncangan Kejiwaan dalam Manifestasi Roh Kudus

Sebelum membaca tulisan ini lebih lanjut perlu setiap pembaca ketahui bahwa tulisan ini benar-benar sekedar pemikiran pribadi saya, tanpa adanya bahan-bahan atau tulisan-tulisan lain yang mendukungnya. Tulisan ini adalah hasil pencarian pribadi saya atas terjadinya fenomena-fenomena 'super aneh'yang menyertai lawatan Roh Kudus pada beberapa tempat di dunia. Saya saatini tidak/belum tahu jika sudah ada sumber-sumber atau tulisan-tulisan lain yang menjelaskan sumber fenomena-fenomena itu. Adapun fenomena-fenomena aneh yang saya maksud ialah perilaku tidak wajar orang-orang yang mengaku 'dipenuhi' oleh Roh Kudus. Ada yang berkokok seperti ayam, menggonggong, dsb. Tulisan ini saya buat akhir April 2003

----------------------------------------

REALITA YANG TERJADI

"...sekarang mari kita buka Alkitab kita pada kitab...kuukkkuukkuuuuuu....Matius pasal...kukkukkkkuuuuuuuuu...", begitulah sang pendeta berusaha keras meneruskan kotbahnya, sementara itu "Roh Kudus" sepertinya mengganggu terus-terusan dengan membuat pendeta ini berkokok bagai ayam jantan. Potongan tayangan ini saya lihat sendiri di internet, yang menunjukkan fenomena yang terjadi di Brownsville, tempat dimana terjadi Kebangkitan Rohani besar-besaran di awal abad 21.

Tidak hanya itu yang terjadi. Saya melihat dengan mata kepala sendiri [terjadi di gereja saya] orang berguling-guling di seluruh penjuru ruang kebaktian, ada yang telentang dengan kaki mengayuh seperti orang bersepeda, ada yang menari-nari berkeliling ruangan dengan mata tertutup. Sementara dari kesaksian beberapa orang yang pernah ke Toronto, mereka melihat orang yang beraksi dengan gitar khayalan, berlagak bak penyanyi konser yang sedang melakukan improvisasi dengan gitarnya, dst...dst... Belum dihitung dengan derai 'tawa dalam roh' tanpa henti yang memenuhi seluruh ruangan. Orang-orang tertawa terbahak-bahak, berguling-guling sambil memegang perut mereka. Tawa ini bisa berlangsung tanpa henti selama puluhan menit, bahkan beberapa melebihi hitungan jam.

Saya menjadi gelisah. Kerangka teologis saya tidak mungkin menerima semua ini sebagai dari Allah. Tidak pernah dalam sejarah kekristenan Allah bekerja dengan *cara* seperti ini. Kegelisahan saya ditambah dengan kenyataan bahwa saya mengenal baik beberapa orang dari mereka. Salah seorang yang pernah mengalami 'holy laughter' itu malah istri saya sendiri. Saya mengasihi Tuhan Yesus, dan saya tahu orang-orang ini juga. Mereka adalah orang-orang Kristen berdedikasi yang saya kenal. Kegelisahan ini bertambah berat karena sayaTIDAK mengalami sedikitpun dari fenomena-fenomena itu, ada perasaan ingin dan tidak ingin dalam waktu yang bersamaan.

Beberapa hamba Tuhan mencoba mencari pembenaran melalui ayat-ayat Alkitab, mis. Maz 126:2, dll. Tapi saya pribadi kurang puas dengan penjelasan seperti itu, karena konteksnya berbeda. Terus terang saja, tidak ada ayat Alkitab yang mendukung secara eksplisit kejadian-kejadian semacam ini. Dari semua karunia dan buah Roh Kudus yang tertulis dalam Alkitab, tidak ada satupun yang mendukung tindakan-tindakan aneh semacam itu.

Sementara itu kecaman demi kecaman mulai berdatangan, khususnya dari pihak orang Kristen sendiri. Orang non-karismatik berhaluan keras, yang menolak keabsahan semua 'charismata' jaman ini, dengan segera menuduh setan sebagai dalang semua itu. Dengan tidak adanya ayat yang mendukung, maka dengan mudah ditemukan ayat-ayat yang 'menentang', plus menandaskan bahwa iblislah yang berada di balik setiap fenomena-fenomena tersebut. Sedangkan di pihak karismatik, atau di pihak mereka yang mengalami, relatif tidak ada pembelaan apologetik yang cukup memadai, selain menghimbau setiap orang untuk menantikan buah yang akan dihasilkan. Pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik, itu saja yang dipegang oleh mereka yang percaya pada fenomena-fenomena ini, lepas dari asing dan anehnya bentuk pohon itu. Selain itu mereka-mereka yang mengalami fenomena ini lebih memilih untuk 'menikmati'nya tanpa memusingkan apologi dan pengesahan teologis bagi pengalaman mereka.

Kenyataannya, fenomena-fenomena ini memiliki titik akhir. Makin lama fenomena ini makin jarang, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Saya mendengar bahwa di Toronto maupun Brownsville, fenomena seperti ini juga makin berkurang. Tapi jika dilihat secara obyektif, maka hasil akhir dari semua itu ialah kerajaan Allah tidak dirugikan. Buah dari semua itu tidaklah menguntungkan pihak iblis sama sekali. Hal terburuk yang terjadi ialah kecaman-kecaman teologis dari pihak non karismatik dan berpindahnya haluan teologis sejumlah orang percaya. Tidak ada laporan bahwa ada orang Kristen yang meninggalkan imannya, menjadi ateis atau pengikut setan dikarenakan telah melihat atau mengalami fenomena-fenomena itu. Mereka-mereka yang saya kenal yang mengalami hal-hal semacam ini tetap hidup dalam iman mereka, melanjutkan kehidupan Kristen mereka dengan segala liku-likunya. Di sisilain, terdapat banyak sekali laporan bahwa ribuan orang dimenangkan bagi Kristus, ribuan lainnya disegarkan imannya. Saya melihat sebuah video kebaktian di Brownsville, seorang gadis memberikan kesaksian singkat sambil tubuhnya bergetar-getar dan bergoyang seakan mau jatuh. Kesaksian itu cukup singkat, setelah itu sang pendeta mengambil alih, langsung memberikan tantangan pertobatan, dan saya melihat RATUSAN orang berhamburan ke depan untuk menerima Kristus, berlutut dan menangisi dosa mereka, memohon pengampunan dari Tuhan.

Di gereja saya sendiri, segala sesuatu sudah berjalan normal. Saat ini sudah tidak ada lagi hal-hal semacam itu. "Badai [teologis] telah berlalu". Namun pertanyaan yang ada mengenai hal itu tidaklah berlalu begitu saja. Apa yang sebenarnya telah terjadi?

DIKUASAI OLEH ROH = DIRASUKI ?

Sebenarnya saya sulit percaya kalau Roh Kuduslah yang 'mengerjai' orang-orang tsb. Alkitab menggambarkan Roh Kudus sebagai Roh yang lembut, berkuasa, menghibur, menguatkan, pendeknya Roh yang 'gentle'. Namun setelah saya menyelidiki Alkitab, ternyata 'penguasaan roh' pada diri seseorang menunjukkan gejala-gejala yang serupa, terlepas dari roh apa yang menguasai orang itu.

1Sam 18:10: "Keesokan harinya roh jahat yang dari pada Allah itu berkuasaatas Saul, sehingga ia KERASUKAN di tengah-tengah rumah, sedang Daud mainkecapi seperti sehari-hari. Adapun Saul ada tombak di tangannya."

1Raj 18:29: "Sesudah lewat tengah hari, mereka KERASUKAN sampai waktu mempersembahkan korban petang, tetapi tidak ada suara, tidak ada yangmenjawab, tidak ada tanda perhatian.

"Dua kata 'kerasukan' yang digunakan pada ke dua ayat di atas menggunakan kata Ibrani yang sama dengan 'bernubuat' (prophesied).

1Sam 10:10-11: "Ketika mereka sampai di Gibea dari sana, maka bertemulah ia dengan serombongan nabi; Roh Allah berkuasa atasnya dan Saul turut kepenuhan seperti nabi di tengah-tengah mereka. Dan semua orang yang mengenalnya dari dahulu melihat dengan heran, bahwa ia bernubuat bersama-sama dengan nabi-nabi itu; lalu berkatalah orang banyak yang satu kepada yang lain:"Apakah gerangan yang terjadi dengan anak Kish itu? Apa Saul juga termasuk golongan nabi?" "

Ayat di atas menunjukkan bahwa 'kepenuhan seperti nabi' ditunjukkan dengan 'bernubuat' [prophesied]. Dari semua ayat tersebut di atas, Alkitab menunjukkan bahwa "tindakan bernubuat" merupakan salah satu tanda penguasaan roh pada diri seseorang, baik roh jahat maupun roh Allah. Selain itu tindakan 'bernubuat' pada ayat-ayat tersebut di atas menggambarkan adanya beberapa ciri terlihat yang serupa, yaitu adanya suatu bentuk 'ketidaksadaran' [trance].

Jadi roh mana yang menyebabkan sebuah fenomena *tidak selalu* dapat ditunjukkan dari *apa yang terlihat* dari fenomena itu. Pada peristiwa yang jelas-jelas dari roh jahat, Alkitab TB LAI menggunakan kata 'kerasukan', sedangkan pada peristiwa yang jelas dari roh Allah, TB LAI menerjemahkan sesuai dengan terjemahan umumnya, yaitu 'bernubuat'. Sumber dari fenomena-fenomena ini baru bisa ditengarai dengan melihat keseluruhan konteks peristiwa, dimana itu terjadi, pada siapa, kapan, mengapa, dan latarbelakang yang lain. Namun jelas bahwa penguasaan roh pada diri seseorang mungkin saja dilihat dengan jelas, artinya ybs bisa kehilangan kendali atas beberapa perilakunya, lepas dari roh apa yang menguasai orang tsb. Namun ini tidak berarti bahwa hal ini *selalu* terjadi demikian. Alkitab juga mengisahkan manifestasi dari penguasaan roh Allah yang berwujud pada keberanian atau kekuatan seketika itu juga [spt pada Simson], atau dari kekuatan yang timbul untuk hidup kudus bagi Dia.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa pekerjaan Roh Allah sama dengan pekerjaan roh jahat. Allah itu roh, roh jahat juga roh. Apa yang dikerjakan makhluk roh memiliki efek yang serupa pada manusia, tapi dengan buah yang berbeda. Jadi manifestasi bisa serupa, tapi hasil akhir pasti berbeda. Sebab itu penulis Alkitab dengan berani mengatakan bahwa ada roh jahat yang 'berasal dari Allah'. Dua orang pelukis akan menghasilkan karya yang serupa secara fisik, sama-sama dari kanvas, cat minyak, sama-sama berwarna, dsb. Hanya dari wujud materinya saja kita tidak akan bisa membedakan mana pelukis jahat mana pelukis baik. Baru setelah lukisan itu diartikan, kita mungkin akan tahu bedanya. Demikian juga dengan hal-hal rohani. [Wah, ini ilustrasi yang kurang bagus, tapi sementara ini saya nggak nemu analogi yang lebihpas...]

Satu hal yang saya amati juga ialah, bahwa 'gejala' penguasaan roh pada diri masing-masing orang ternyata berbeda. Profil psikologi seseorang ternyata memiliki peran dalam 'tingkat' berkurangnya kesadaran seseorang pada waktu roh menguasai dia. Saul adalah raja yang berkepribadian lemah & insecure. Dia mudah sekali dikuasai oleh roh dan sering kali dengan gejala hilang sadar. Sebaliknya Daud adalah seorang dengan kepribadian yang kuat, tidak pernah sekalipun di Alkitab dikisahkan bahwa Daud 'kepenuhan' atau'bernubuat' dengan cara yang sama seperti Saul, namun Roh Tuhan juga dikatakan "berkuasa" atas Daud. Bagi saudara yang biasa bergerak dalam pelayanan kelepasan, akan terlihat sebuah profil psikologis tertentu pada diri seseorang yang lebih gampang "kerasukan". Jadi sebetulnya kondisi kejiwaan seseorang memiliki hubungan dengan manifestasi rohani yang mungkin dialaminya.

GUNCANGAN KEJIWAAN YANG TERJADI

Ada sebuah peristiwa yang dicatat di Alkitab:

Luk 9:33 Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya: "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini.Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musadan satu untuk Elia." Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu.

Kisah ini menggambarkan Petrus si sanguin, yang begitu terkagum-kagum dengan manifestasi penglihatan yang dialaminya sehingga dia menawarkan hal yang konyol. Peristiwa semacam inilah yang saya pikir terjadi pada orang-orang yang bertingkah laku aneh-aneh pada pencurahan Roh Kudus.

Waktu seseorang *mengalami* manifestasi pencurahan Roh Kudus, ada *banyak* perasaan yang berkecamuk dalam jiwanya. Sementara dia melihat ada beberapa bagian saraf motoriknya yang tidak terkendali lagi, perasaan sukacita, takut, heran, kagum, malu, dll dialami dalam waktu bersamaan. Pada kasus pencurahan yang menghasilkan gelak tawa tiada henti, perasaan yang paling dominan adalah sukacita. Sukacita ini sangat kuat beroperasi dalam diri ybs, sehingga dia tidak mungkin tidak melepasnya dalam tawa. Saya pribadi pernah mengalami hal ini.

Dalam beberapa kasus sukacita ini datang seperti aliran yang luar biasa besarnya, sehingga orang tsb akan tertawa tiada henti selama bermenit-menit.Di balik keadaan tanpa kendali ini, sebenarnya orang tsb masih sadar, sadar bahwa dia sedang tidak bisa mengendalikan dirinya. Setelah beberapa lama kemudian dia akan 'menyerah' dan tidak berusaha menguasai dirinya lagi, berlaku seperti orang yang hanyut oleh arus. Semua yang terjadi 'dinikmati' olehnya. Hal inilah yang, menurut saya, menimbulkan perilaku-perilaku yang tidak terduga. Jika seseorang memutuskan untuk melepaskan kendali atas perilakunya, maka hal-hal yang paling anehpun bisa terjadi. Mereka memutuskan untuk lepas kendali karena sebelumnya mereka mencoba mengendalikan diri tapi tidak bisa. Akhirnya timbullah apa yang saya sebut sebagai 'goncangan kejiwaan' itu, yaitu sebenarnya mereka sudah memperoleh kembali kendali atas perilaku mereka, tapi mereka memutuskan untuk tetap'mengalir' mengikuti arus perasaan mereka dan tidak malu lagi untuk melakukan hal-hal aneh yang spontan. Hal ini semakin diperkuat jika orang-orang di sekitar mereka juga melakukan hal yang sama, ditambah lagi dengan penerimaan atas semua itu sebagai karya Roh Kudus, dimana melawan aliran itu dianggap sama dengan melawan Roh Kudus. Dari situlah semua perilaku aneh-aneh itu menemukan tempatnya. [selesai]