Friday, December 10, 2010

Bersiaplah Untuk Mati!

Hari ini genap lima hari sejak terjadinya sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa anak dari seorang teman lama saya. Anak tersebut masih sangat belia, meninggal dunia karena tenggelam dalam usaha untuk menolong temannya yang tercebur di sebuah waduk. Bukannya tertolong, dua anak ini akhirnya tenggelam. Sebuah peristiwa kehilangan nyawa secara tragis yang terjadi terus menerus di mana saja, dalam berbagai bentuk dan kisah.

Kalau saya pikir-pikir, semua kita sebenarnya sudah divonis mati sejak kita dilahirkan di dunia. Semua orang yang hidup, semuanya sedang menuju satu titik akhir: kematian. Bedanya dengan vonis mati oleh pengadilan, vonis mati kita itu gak jelas pelaksanaannya kapan. Maut dapat menjemput kapan saja, dan tidak ada orang yang bisa protes atau mencegah jika sang maut sudah menjatuhkan eksekusi. Maut tidak memilih orang, tidak berbelaskasihan & tidak pandang bulu: orang baik, orang jahat, anak-anak, pria, wanita, kaya atau miskin, tidak ada pengaruhnya di hadapan sang maut. Siap atau tidak siap, semua orang, pada waktunya, akan ‘dijemput paksa’ oleh kuasa yang satu ini.

Anehnya, topik tentang kematian cenderung tabu untuk dibicarakan, bahkan tabu dipikirkan oleh manusia. Kita semua selalu berusaha menghindar untuk membicarakan atau memikirkan kematian, seolah-olah kematian itu sesuatu yang memang bisa kita hindari. Anak-anak muda khususnya, pastilah sangat jarang memikirkan tentang kematian, dengan anggapan umum (yang sebetulnya kosong) bahwa kematian masih jauh dari mereka. Dengan menghindari topik ini, hasilnya sudah jelas: orang tidak siap menghadapi kematian. Kematian adalah sebuah keniscayaan, namun tidak ada orang yang (ber)siap menghadapinya. Konyol juga…

“Mereka yang tidak pernah memikirkan kematian, tidak akan siap menghadapinya”, begitu kata seorang rohaniwan jaman dulu. Tapi kalau boleh saya tambahkan, “mereka yang tidak pernah memikirkan kematian, tidak akan siap menghadapi kehidupan.” Gampang saja, coba kita pikirkan, apakah kita akan hidup dengan cara seperti sekarang, jika kita mengetahui bahwa usia kita hanya tersisa satu bulan lagi? Lucu dan sekaligus tragis betapa prioritas hidup akan jauh lebih jelas pada saat kematian menjelang, pada saat kesempatan untuk melakukannya sudah berlalu. Kita menjalankan dan menghabiskan kehidupan, dengan mengejar hal-hal yang menurut kita penting, sampai pada saat kematian menjelang, kita baru sadar bahwa ada begitu banyak yang benar-benar penting yang sudah dilalaikan. Betapa banyak penyesalan di ranjang kematian, dan betapa lebih banyak lagi penyesalan tersebut di kekekalan.

Ada sebuah nasihat yang sangat bijaksana, “Selalu pikirkan bahwa kamu akan mati besok, maka kehidupanmu akan menjadi sangat efektif & produktif”. Saya teringat akan filosofi “Impacting All Generations” yang dijadikan nama IMAGE. Untuk memiliki hidup yang berdampak, setiap anak muda harusnya lebih sadar atas vonis mati yang telah dijatuhkan atas mereka, menghitung setiap hari dalam kehidupan sebagai kesempatan untuk melakukan apa yang benar-benar penting.

Faktor lain lagi mengapa orang menghindari topik kematian, yaitu karena mereka tidak tahu pasti apa yang akan terjadi setelah mereka mati. Kematian menjadi menakutkan, perjalanan ke alam baka adalah perjalanan oneway, alias tanpa tiket pulang. Sekali pergi, tidak akan kembali, sehingga tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi di sana. Tapi bagi orang Kristen, ketakutan ini sebenarnya tidak perlu ada, karena Kristus telah menunggu di sana untuk menyambut setiap orang yang berpulang kepadaNya. Jadi setiap orang Kristen seharusnya selalu memiliki pikiran tentang kematian dalam hidup mereka. Kalau ada di antara orang yang membaca tulisan ini, yang masih tidak memiliki kepastian apa yang terjadi setelah kematiannya, saya punya kabar baik buat anda: Kristus telah mengalahkan kematian, dan barang siapa yang percaya kepadaNya telah memiliki hidup kekal. Jika anda percaya kepada Yesus Kristus, kematian adalah sesuatu yang bisa disambut dengan sukacita.

“Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya… Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.” Pengkotbah 7:2,4

Berpikir tentang kematian membuat seseorang lebih berhikmat dan lebih mencari Allah. Segala ambisi manusia tentang kehebatan kekayaan, ketenaran, kenikmatan hidup, dll, semua akan kelihatan bodoh dan kosong di hadapan kematian. Saya bahkan percaya bahwa kualitas kerohanian seseorang akan ditentukan oleh seberapa sering ybs berpikir tentang kematian.

Memang memikirkan tentang dekatnya kematian tidak otomatis membuat seseorang berhikmat secara benar. Saya percaya ada juga orang yang malah menjadi sangat pasif, atau malah frustasi menjelang kematiannya. Tapi pemikiran kematian mau tidak mau membuat orang harus memilih sikap: memanfaatkan hidup sebaik-baiknya, atau mengambil sikap apatis total terhadap kehidupan. Saya hanya berharap bahwa tidak ada orang yang mengaku Kristen yang kemudian mengambil pilihan untuk menjadi apatis pada saat ia harus menghadapi kematian, karena ia akan dihakimi dengan berat oleh Kristus.

Mengapa memikirkan tentang kematian seharusnya dapat menjadi pendorong yang bagus bagi orang Kristen? Karena kita memiliki janji adanya kebangkitan untuk hidup kekal. Rasul Paulus berkata bahwa, “…Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka "marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati". (1Kor 15:32b) Apatisme dalam menghadapi kematian bersumber dari tiadanya pengharapan untuk kebangkitan yang lebih baik. Memang, jika tidak ada kebangkitan, apapun yang dilakukan dalam hidup ini akan menjadi sia-sia, orang Kristen yang berjuang dalam iman akan menjadi orang yang paling menyedihkan di dunia.

Manfaat lain dari memikirkan kematian adalah untuk membantu kita menemukan tujuan hidup kita. Coba bayangkan hari kematian kita, bagaimana kenangan yang ingin kita tinggalkan untuk orang-orang di sekitar kita? Apakah mereka akan menangis karena hidup mereka telah diubahkan oleh hidup kita? Apakah orang-orang akan berkomentar, “yach… memang sudah waktunya…”, atau “wah, sungguh sial semuda itu sudah mati…”. Komentar apa yang ingin kita dengar? Bagaimanakah kita ingin dikenang pada saat kita sudah tiada di dunia ini? Jika kita sudah memiliki bayangan, itulah tujuan yang harus kita kejar dalam hidup kita.

Itu sebabnya saya ingin mendorong setiap orang Kristen, khususnya anak muda, pikirkanlah kematianmu sesering mungkin. Lebih baik bersiap untuk hari kematian yang mungkin masih jauh, daripada samasekali tidak siap saat waktu kematianmu tiba secara tidak terduga. Jangan takut akan kematian, tapi jadikan vonis kematian kita sebagai pendorong untuk kehidupan yang efektif dan berdampak besar.

Tuesday, August 03, 2010

Kerinduan untuk Juruselamat

Minggu ini saya berdukacita: gak bisa ngikuti kelanjutan kisah Naruto, padahal dia sekarang udah berhasil menguasai dan mengendalikan sepenuhnya cakra rubah ekor sembilan, yang selama ini menjadi sumber kekuatan sekaligus masalah terbesarnya.:-) Mulai akhir Juli kemaren, kisah Naruto tidak bisa lagi diikuti secara online, karena ada perubahan kebijakan dari sang penerbit. Naruto sendiri merupakan salah satu manga yang paling banyak dibaca secara online. Sekarang terpaksa menunggu terbitan resmi di toko buku yang ceritanya ketinggalan banget dari versi onlinenya.

Mengapa saya [dan jutaan orang lain] suka Naruto? Tidak hanya Naruto, kisah para tokoh khayalan seperti Superman, Spiderman, Sam Witwicky [Transformers], Frodo Baggins [Lord of The Rings], Harry Potter, bahkan Kungfu Panda dll, memikat hati begitu banyak orang. Semua kisah di atas memiliki persamaan: mengisahkan perjalanan hidup seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi juruselamat dunia, dalam konteks masing-masing, tentunya. Bagaimana seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi juruselamat harus menjalani proses yang beragam likunya, bagaimana ia harus jatuh bangun dalam keraguan, semuanya bisa diramu menjadi kisah yang selalu menarik. Dan biasanya begitu kisah-kisah ini dituangkan ke dalam film oleh sutradara terbaik, akan selalu mencapai box office dalam waktu singkat. Kesimpulannya: manusia selalu menyukai cerita-cerita tentang juruselamat.

Tidakkah ini mencerminkan kondisi rohani dari umat manusia yang telah jatuh dalam dosa? Meski sangat banyak manusia yang tidak mengakui bahwa mereka memerlukan Allah, kesukaan bawah sadar akan kisah-kisah tentang juruselamat membuktikan sebaliknya. Dibalik kesukaan terhadap kisah atau film bertema kepahlawanan, pastilah tersembunyi sebuah kerinduan yang mungkin tak disadari tentang bagaimana segala sesuatu yang rusak di dunia ini akan dibereskan. Dunia dan manusia memang tidak dirancang untuk berkubang dalam dosa. Dalam diri manusia yang terdalam ada sebuah kerinduan besar untuk melihat pemulihan segala ciptaan, kembali kepada kemuliaan yang sebenarnya.

Tidak hanya itu, ada banyak anak muda – dengan indoktrinasi yang cukup – mau menyerahkan segalanya untuk sebuah visi mengubah/menyelamatkan dunia. Kisah-kisah dimana ada orang yang bersedia meledakkan diri dengan bom tidaklah langka kita dengar. Mereka-mereka ini, yang sebenarnya mati konyol, percaya seratus persen bahwa mereka sedang melakukan bagian mereka dalam pemulihan dunia [versi mereka tentu saja]. Tidak hanya merindukan juruselamat, beberapa orang bersedia memberikan nyawa mereka untuk mengambil bagian dari gerakan ‘sang juruselamat’ itu sendiri. Beberapa pimpinan agama, dengan kemampuan orasi yang luarbiasa secara sadar atau tidak sadar membangkitkan harapan yang begitu besar atas juruselamat ini, dan kemudian mendapatkan loyalitas yang luarbiasa dari para pengikut mereka.

Lalu apa hubungannya dengan kita orang Kristen? Paling tidak ada dua hal yang saat ini dalam pikiran saya. Pertama, Yesus sendiri mengatakan bahwa pada akhir jaman akan tampil banyak ‘mesias/juruselamat’ palsu, dengan banyak tanda ajaib yang menyertai mereka [Mat 24:3-4 & 23-24]. Ciri khas Mesias/Nabi palsu ini jelas, mereka menkhotbahkan penyelamatan tanpa pertobatan, pertolongan tanpa tuntutan untuk meninggalkan dosa:

Yeremia 23:14-17
Tetapi di kalangan para nabi Yerusalem Aku melihat ada yang mengerikan: mereka berzinah dan berkelakuan tidak jujur; mereka menguatkan hati orang-orang yang berbuat jahat, sehingga tidak ada seorangpun yang bertobat dari kejahatannya; …Beginilah firman TUHAN semesta alam: "Janganlah dengarkan perkataan para nabi yang bernubuat kepada kamu! Mereka hanya memberi harapan yang sia-sia kepadamu, dan hanya mengungkapkan penglihatan rekaan hatinya sendiri, bukan apa yang datang dari mulut TUHAN; mereka selalu berkata kepada orang-orang yang menista firman TUHAN: Kamu akan selamat! dan kepada setiap orang yang mengikuti kedegilan hatinya mereka berkata: Malapetaka tidak akan menimpa kamu!


Bukankah ini yang sering kita temui? Para hamba Tuhan dengan karunia-karunia mujizat yang hebat, mengkhotbahkan kabar baik Injil dan berkat-berkatnya, tanpa sedikitpun menuntut pertobatan yang radikal dari pendengarnya. Hamba Tuhan semacam ini, dengan promosi yang tepat, akan memperoleh jutaan pengikut dalam waktu singkat! Mengapa? Karena setiap orang merindukan juruselamat. Sebaliknya, Yesus, sang Juru Selamat sejati dalam masa hidupNya justru tidak memiliki pengikut yang terlalu banyak, karena tuntutanNya yang tanpa kompromi untuk pertobatan yang sejati. Kita semua perlu benar-benar menyadari betapa kerinduan kita yang terdalam ini bisa menjadi begitu salah arah dan disalahgunakan.

Hal kedua yang ada dalam pikiran saya adalah bahwa setiap orang Kristen sebenarnya adalah orang yang paling beruntung di dunia ini, karena kita telah mengenal Juru Selamat yang sebenarnya! Anehnya, kita malah malu-malu menyatakan hal ini. Kita bisa dengan bebas dan santai saling bertukar informasi tentang film Harry Potter terbaru, berdiskusi soal Superman dan Spiderman, bercerita tentang Naruto [seperti saya :-)], tapi justru bungkam dan malu-malu jika diminta bercerita tentang Juruselamat sejati. Betapa semua manusia merindukan tokoh juruselamat, dan betapa sedikit orang Kristen yang mau menceritakan bahwa Juruselamat yang sejati telah turun ke dunia yang rusak ini, memberikan nyawaNya, bangkit dari kematian dan naik ke sorga. Juruselamat yang kita kenal telah mengalahkan kematian, dan kita sepertinya tidak cukup percaya diri untuk memberitakan hal itu! Semoga Roh Kudus menyucikan hati setiap kita, agar kita menyadari panggilan kita untuk memberitakan sang Juruselamat kepada setiap orang yang kita kenal.

Dan soal Naruto, biarlah saya menunggu edisi cetaknya saja…

Tuesday, July 13, 2010

Piala dunia, Pornofilm Arieluna & Panggilan utk menyembah

Akhirnya Spanyol menjadi juara dunia dengan mengalahkan Belanda. Bukan, saya bukan fans Spanyol, dan juga bukan fans kesebelasan manapun. Saya tidak suka sepakbola, karena bagi saya sepak bola terlalu membosankan. Duapuluh dua orang bermain & berkeringat lari sana sini selama 90 menit dengan jumlah skor gak sampai 5 (biasanya), tidaklah menarik bagi saya :-). Kenyataannya, sampai detik ini saya belum pernah menonton pertandingan bola secara penuh dari awal sampai akhir. Pernah mencoba sih, tapi karena sudah lebih dari 30 menit tidak ada hasil (gol) yang dicapai, sayapun menyerah dan mengganti channel TV.

Sekarang soal video porno 'mirip' Ariel, Luna Maya ataupun Cut Tari. Bukan, saya bukan fans Ariel, Luna, maupun Tari. Saya malah baru tahu mana orang yang namanya Cut Tari ya setelah berita pornofilm ini menghebohkan nusantara. Dan meskipun saya tidak ngefans sama mereka, pada saat diberitakan bahwa ada film porno yang dibintangi Luna Maya dan Cut Tari, ehem…. yach… sejujurnya ya… saya tetap tidak merasa perlu untuk mencari apalagi menonton video gituan… Jadi saya termasuk yang “masih suci”, tidak dicemari oleh segala kemaksiatan yang entah kenapa kok begitu dibesar-besarkan oleh media nasional. Saya bahkan tidak menonton satupun infotainment yang membahas tentang topik ini, sampai pada waktu liburan kemaren, saya sempat menonton sekilas Cut Tari yang menangis tersedu-sedu pada waktu ia minta maaf kepada semua orang di hadapan para wartawan. [Saya tidak tahu apakah ia menangis karena menyesal telah ketahuan bermesum ria betulan dengan Ariel, atau menangis karena dipaksa meminta maaf oleh pengacaranya sedangkan ia sendiri sebenarnya tidak melakukannya.]

Trus apa hubungannya piala dunia, video porno mirip artis, dengan panggilan untuk menyembah Tuhan? Begini…

Walaupun saya tidak suka sepak bola, gegap gempita piala dunia mau tidak mau membuat saya sedikit-sedikit cari tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Siapa lawan siapa hari ini, tim mana saja yang diunggulkan, siapa yang masuk semi final, sampai berita si gurita peramal pun sempat mencuri perhatian saya [rupanya karunia nubuat tidak dibatasi pada manusia saja, hehe]. Tapi event ini begitu akbar dan megah, sehingga bagi orang seperti saya pun, mau tidak mau, merasa perlu untuk tidak ketinggalan berita. Bagi para gibol Indonesia, mereka bahkan bisa turut larut dalam pertandingan, mungkin turut emosional dalam ‘membela’ tim jagoan mereka, padahal tim tersebut bukan dari Indonesia. Teman-teman gereja pun, bersedia mengorbankan waktu tidur yang berharga untuk menonton langsung pertandingan. Barusan saya dengar kabar, pertemuan doa pagi para pendeta di Surabaya hari Senin pagi kemarin jadi sepi, rupanya banyak juga pendeta dan gembala gereja yang begadang nonton final Belanda vs. Spanyol.

Kasus pornofilm Ariel juga begitu. Di internet mungkin ada puluhan juta film porno yang bisa didapat dengan mudah. Pornofilm yang melibatkan artis terkenal juga cukup banyak. Tapi yang satu ini agak berbeda, entah mengapa kasus ini meledak begitu besar, sampai presiden pun turut campur. Baru kali ini presiden sebuah negara ikut mengomentari sebuah film porno. Tidak hanya di Indonesia, media sekelas New York Times pun menaruh perhatian. Kasus amoralitas yang sebenarnya tidak luar biasa, menjadi luar biasa karena dukungan media. Di facebook sendiri ada seorang pendeta, gembala jemaat, yang dengan jujur mengakui bahwa ia telah menonton pornofilm tsb, dan kemudian berkomentar: “biasa aja tuh, saya gak terpengaruh…” [amiinnn :-P] Saya sendiri mau tidak mau merasa perlu untuk cari tahu dikit-dikit, padahal mestinya tidak ada urusan yang perlu diketahui soal ini.

Mengapa saya jadi kepingin cari tahu tentang hal-hal yang sedang jadi pembicaraan semua orang, padahal semestinya saya tidak berurusan, bahkan tidak tertarik pada topik tersebut? Mengapa “mengetahui berita heboh terkini” menjadi sebuah hal yang saya kejar? Saya rasa kecenderungan ini bukan terjadi pada saya saja, tapi pada semua manusia. Mengapa ada orang-orang yang ngefans berat pada seseorang, sehingga berusaha mengetahui segala hal tentang ybs? Mengapa orang-orang berebut untuk berfoto bersama dengan artis, dan kemudian sedapat mungkin memamerkan foto2 tsb? Mengapa facebook yang adalah wadah untuk “memamerkan diri” menuai keberhasilan yang luar biasa dengan ratusan juta pengguna?

Jawabnya: ada sebuah kapasitas sekaligus kekosongan besar dalam diri manusia, yaitu untuk mengagumi dan dikagumi.

Ada sesuatu yang hilang dalam diri setiap manusia, yaitu Kemuliaan Allah (Rom 3:23). Manusia diciptakan di dalam kemuliaan dan untuk kemuliaan Allah. Apa dan gimana sih kemuliaan yang hilang itu? Gampangnya mungkin gini: kemuliaan tsb adalah yang membuat manusia begitu penuh, puas, berharga, mulia, percaya diri dalam takaran yang sempurna, sedemikian sempurna sehingga bahkan mereka bisa telanjang dan tidak merasa malu (Kej 2:25). Manusia diciptakan untuk menjadi berharga, mulia, mengagumkan; semuanya untuk menyatakan betapa mulianya Allah sang pencipta itu. Manusia adalah ciptaan terbaik dari Allah, dan Allah sangat puas dengan pekerjaanNya.

Tidak hanya dengan keberadaan yang mengagumkan, manusia diciptakan juga untuk mengagumi penciptaNya. Dikagumi dan mengagumi, itulah kerinduan yang terbesar dalam diri manusia, sebuah kerinduan untuk kemuliaan yang hilang. Dalam kegelapan dosanya, manusia tetap mencari pemenuhan ini. Wujudnya adalah sebuah kerinduan yang sangat kuat untuk senantiasa menjadi, berdekatan, berhubungan, tahu, kenal, nyambung dengan segala hal yang bersifat spektakuler, menakjubkan, populer, atau dengan satu kata: mulia. Bisa menjadi “mulia”, atau terhubung dengan sesuatu yang “mulia” menimbulkan kepuasan yang unik dan tak tergantikan. Sebuah kepuasan yang hanya dimiliki oleh ciptaan yang segambar dengan Allah.

Kitab Ibrani menceritakan tentang apa sebenarnya yang dicari oleh orang2 yang rela memberikan nyawa demi iman mereka. Sama seperti semua manusia, para pahlawan iman ini juga mencari kemuliaan yang hilang, hanya saja mereka mencarinya ke arah yang tepat, yaitu ke ‘tanah air sorgawi’:

“Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini. Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air…yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi.” Ibr 11:13-16

Mengapa saya menghubungkan semua ini dengan penyembahan kepada Allah? Karena penyembahan yang sejati adalah satu-satunya cara kita dapat mencicipi kemuliaan tanah air kita yang sebenarnya. Penyembahan membuat kita terhubung dengan Pribadi paling mengagumkan di seluruh alam semesta. Kepuasan menonton siaran langsung, pada saat tim kesayangan kita menjadi juara dunia, pada saat kita mengetahui segala hal tentang artis pujaan, pada saat kita bisa berfoto atau bahkan makan bersama seorang yang kita kagumi, seluruh kepuasan itu, kalikan dengan sejuta, mungkin akan mendekati kepuasan pada saat kita bisa berjumpa dan bersekutu dengan Allah pencipta kita melalui penyembahan.

Tetapi mengapa dalam kenyataan kehidupan penyembahan kita tidaklah sememuaskan itu? Karena kapasitas kita untuk mengagumi telah dirampok habis-habisan. Dalam kemajuan informasi seperti sekarang, kita terlalu banyak mengagumi hal-hal, berita-berita, orang-orang, film-film, lagu-lagu, dan segala macam karya manusia lainnya. Mengagumi hal yang memang mengagumkan tidaklah salah, tapi sebagai manusia, kita memiliki kapasitas yang terbatas. Bagi orang yang kekenyangan, aroma masakan koki terbaik pun bisa membuat mual. Demikian juga penyembahan dapat menjadi sebuah aktifitas membosankan yang melelahkan. Bukannya dipuaskan oleh perjumpaan dengan Allah yang mulia, penyembahan dan ibadah menjadi sebuah kewajiban tak terlalu penting yang akan dengan mudah dikalahkan oleh, katakan saja, siaran langsung final piala dunia.

Manusia adalah makhluk paling cerdas di alam semesta, yang sayangnya, sering mencari apa yang dia sungguh-sungguh inginkan di tempat yang jelas-jelas salah [aneh yach…]. Saya sekarang belajar untuk membatasi kekaguman saya kepada apapun selain Tuhan. Seluruh fokus kekaguman saya hanya boleh tertuju kepada satu Pribadi saja. Menjadi seorang penyembah sejati tidaklah mudah, dan Bapa mencari penyembah yang demikian. Saya akan terus belajar dan belajar. Semoga lebih banyak orang menempuh jalan sempit yang saya tempuh sekarang ini. Tuhan memberkati.

Tuesday, July 06, 2010

Twilight: Jatuh cinta sampai mati dengan orang mati?

Udah tiga seri film twilight yang diputar di bioskop sampai saat ini, dan ketiganya saya (putuskan untuk) liat. Kisah cinta segitiga antara seorang cewek dan dua 'iblis' ini rupanya sangat mendunia, sehingga konon Twilight Eclipse langsung meraup pemasukan USD 30 juta pada hari pertama pemutarannya. Sungguh luar biasa, mengingat film ini sebenarnya termasuk film romans biasa.

Saya udah mendapat beberapa info soal novel twilight -sebelum film pertamanya diputar- dari komentar2 yang beredar di internet, mengenai bagaimana novel karangan Stephanie Meyer ini menjadi fenomena, khususnya di kalangan cewek remaja. Dan pada saat nonton filmnya untuk pertama kali (saya gak baca novelnya), sejujurnya saya harus 'berusaha' untuk menikmati film tsb, karena saya sebelumnya berharap bahwa film tsb lebih bersifat action horror daripada sebuah film drama percintaan. Dan setelah menonton seri ketiganya barusan, saya mulai memahami mengapa film/kisah ini begitu dicintai oleh banyak orang, dalam hal ini para gadis remaja.

Mungkin intisari dari serial twilight adalah sebuah kisah cinta yang sangat kuat antara dua (perkembangan terkini: tiga) insan yang berbeda dunia, dimana cinta tersebut bagaikan api yang menelan habis seluruh keberadaan insan yang terlibat. Saat terjadi perpisahan, setiap pihak digambarkan amat sangat menderita, bahkan tokoh Bella sampai harus bunuh diri, dan diselamatkan justru oleh seorang pria lain yang juga sangat mencintainya. Meskipun cinta mereka digambarkan begitu bergelora, begitu penuh hasrat, tapi hubungan tsb tetap 'terjaga' kesuciannya. Tokoh Bella digambarkan tetap perawan sampai film yang ketiga, sementara si cowok Edward rupanya sangat konservatif (mengingat dia berusia ratusan tahun, heheh), hanya mau berhubungan seks kalau sudah menikah resmi. Ada banyak adegan dalam tiga seri film ini, dimana Edward & Bella hanya berpandangan, sedikit berkata-kata, hanya melakukan tatapan penuh cinta.

Tapi dengan [tidak] terpaksa, saya harus mengatakan, berhati-hatilah para Twilight mania! [khususnya para cewek] Ekspresi cinta yang digambarkan dalam film ini sesungguhnya sangat berlebihan, dan sebenarnya sangat berbahaya bagi hubungan pacaran yang sebenarnya.

Pernah liat iklan mie instan di tv nggak? Di iklan tsb, digambarkan setiap orang yang memakan mie instan, memakannya dengan ekspresi yang luarbiasa nikmat. Mata melotot & berputar-putar, mulut monyong menyeruput mie instan, setelah itu merem melek merasakan nikmatnya si mie instan, mmmh..mmmh... lezzaaattt nya luar biasa. Mie instan sih memang enak [kalo jarang makan], tapi ekspresi yang ditampilkan di iklan tsb jelas tidak realistis & berlebihan banget.

Itulah yang disajikan dalam Twilight, ekspresi cinta yang sangat berlebihan & tidak realistis. Tidak realistis bukan dalam hal tidak bisa dilakukan, tapi jika dilakukan akan membawa akibat yang berbeda dari yang disajikan di film tsb. Kalau kita berekspresi sama seperti para bintang iklan pada saat makan mie instan, resikonya paling kita dianggap gila oleh orang sekitar. Tapi jika kita meniru ekspresi cinta Bella & Edward dalam hubungan pacaran kita, kehancuranlah yang menjadi bagian kita.

Dari pengamatan saya, paling tidak ada tiga elemen berbahaya dalam Twilight, khususnya bagi generasi muda:

1. Cinta membuat kamu nggak berdaya samasekali.
Tokoh dalam Twilight begitu hancur pada saat mereka harus berpisah. Saya jujurnya pernah mengalami jatuh cinta seperti ini, yaitu pada saat jatuh cinta pertama kali dengan cewek yang menjadi istri saya sekarang. Seluruh hidup ini sepertinya 'keracunan' cinta, gak bisa mikir lain, mikirin dia terus menerus. Kebakaran besar yang melanda beberapa tempat akhir2 ini di Surabaya tidak ada apa-apanya dibandingkan api asmara yang berkobar di hati saya pada saat itu... (^_^) Merasakan semua ini sah-sah saja sih, tapi kuncinya di sini adalah: kendali. Asmara HARUS dikendalikan, meskipun sepertinya akan mengurangi kenikmatannya. Twilight secara tidak langsung menyatakan bahwa jika kamu benar2 mencintai pasanganmu, kamu akan (dan pasti) kehilangan kendali. Kamu akan menjauh dari keluargamu, berbohong kepada semua orang, termasuk memikirkan bunuh diri jika cintamu tak kesampaian. Hal tsb sangat keliru. Jika kamu sangat mencintai pasanganmu, justru kamu harus menetapkan bahwa kamu akan mengendalikan perasaanmu sekuat-kuatnya, agar kamu dapat membuat keputusan2 penting dengan benar. Asmara bagaikan sungai berarus deras, dan membiarkan diri kamu & pacarmu hanyut & kemudian tenggelam di sungai tsb, bukanlah tindakan yang bijak. Twilight membuatnya terlihat indah & romantis, tapi tenggelam di sungai asmara hanya akan membuahkan penyesalan di kemudian hari.

Para perempuan khususnya harus lebih berhati-hati. Mengapa saya mengkhususkan kaum perempuan dalam hal ini? Karena romantisme semacam ini adalah impian setiap perempuan. Secara alamiah perempuan sangat mengharapkan seorang pria yang kuat, tampan, melindungi, berhasrat padanya tapi sekaligus bisa menjaga kesuciannya, pria yang bersedia melakukan apapun baginya, menyediakan diri & waktu untuk berdua, sangat 'hangat' tapi sekaligu 'dingin', dst, dst. Tokoh Edward adalah impian tiap cewek, karena ia memenuhi semua persyaratan itu. [Edward bisa begitu sempurna karena yang menciptakannya adalah perempuan juga]. Tidak cuman Edward, juga dimunculkan tokoh Jacob yang memiliki kualitas yang tidak dimiliki Edward: badan & lengan yang kekar dan perut yang sixpack. Film ini bisa membangkitkan hasrat tak terkendali bagi seorang perempuan, dengan efek yang sama seperti pornografi bagi pria. Habis nonton film ini berduaan, seorang cewek bisa benar2 menginginkan romantisme yang sama dari pacarnya, dan jika itu dilakukan... lihat no. 2 di bawah...

2. Kamu bisa berduaan di kamar [& di hutan], berpelukan & berciuman di atas ranjang [atau rerumputan] dengan pacarmu, tanpa terjerumus ke dalam seks pranikah.
Bagi para cewek, kecuali kamu memiliki vampir betulan sebagai pacarmu (yang kebetulan sanggup mencium kamu tanpa menggigit lehermu) kondisi di atas tidak akan terjadi. Bagi para cowok, kecuali kamu adalah vampir jadul yang udah hidup ratusan tahun sehingga bukan haus darah tapi haus cinta, kondisi di atas adalah khayalan. Pada saat dua insan lawan jenis berpelukan dan berciuman di tempat privat, dalam kondisi hanyut oleh arus sungai asmara, hasilnya adalah seks, yang kemudian diikuti dengan penyesalan, kehancuran, aborsi, dst. Rumus ini sepasti 1 + 1 = 2. Saat menonton film ini, ingatlah bahwa semua yang ditampilkan di film tsb adalah sepenuhnya khayalan, meskipun kita bisa benar-benar turut merasakan intensitas asmara tsb dalam kehidupan nyata. [ingat iklan mie instan]. Cinta itu indah & nikmat, seks juga, tapi semua itu tidak dirancang Tuhan untuk dinikmati tanpa aturan main & kendali.

3. Mencintai seseorang dengan sisi gelap memang lebih seru
Saya tidak tahu mengapa Stephanie Meyer menetapkan bahwa semua pria yang dicintai Bella adalah 'monster'. Mungkin hanya agar drama percintaan ini tidak menjadi biasa-biasa. Tapi menurut saya ada sebuah fantasi dalam diri setiap perempuan untuk menjadi 'liar', mungkin karena cetakan sosial terhadap gender perempuan yang mengatakan bahwa seorang perempuan harus menjaga kesopanan, harus anggun, dst. Mungkin dengan mencintai seseorang yang memiliki 'iblis' dalam dirinya, justru akan lebih romantis dan unpredictable. Saya tidak bisa memastikan hal ini karena saya bukan perempuan :-). Tapi jika ini benar, maka Twilight akan menyalakan sebuah api yang seharusnya tidak boleh menyala dalam hati setiap gadis remaja. Seorang cowok dengan sisi gelap, malah akan terlihat lebih menarik daripada seorang cowok yang menjaga kekudusan. Beware girls! Menikah dengan 'cowok gelap' sungguh-sungguh akan membuat kalian masuk ke neraka yang sesungguhnya.

Sejauh ini tiga elemen tsb yang menurut saya sangat berbahaya bagi generasi muda. Sejujurnya, bagi saya lebih baik anak muda [apalagi yang kristen] tidak perlu menonton film ini apalagi membaca novelnya. Saya bukan tipa orang yang suka melarang, tapi film ini tidak memberikan apa-apa selain rangsangan2 yang tidak perlu bagi anak-anak muda. Kalau mau nonton juga, bolehlah, tapi coba cermati dan bedakan mana yang bersifat racun, mana yang bersifat hiburan semata, ok?!