-------------------------------------------
Ada dua fenomena menarik yang saya amati menjelang Pemilu
2014 ini. Yang pertama adalah tentang sebuah perang yang sedang berlangsung, sebuah
jenis perang paling modern yang mungkin hanya terjadi di Indonesia, yaitu
perang selfie. Para caleg berlomba
memajang ratusan bahkan ribuan selfie
mereka beserta satu atau dua kalimat pilihan, berharap agar dengan bermodal
wajah dan beberapa kalimat tersebut, masyarakat dapat memberikan kepercayaan
pada orang-orang ini untuk mewakili mereka di pemerintahan. Beberapa orang
berusaha sekreatif mungkin berunjuk wajah, dan sejujurnya ada yang benar-benar
berhasil memancing tawa saya, khususnya yang ini:
Meski menurut saya tidak bakal efektif mendulang suara, selfie tersebut paling tidak adalah yang
‘paling jujur’ menggambarkan kondisi moral mayoritas aparat pemerintah kita.
Melihat perang selfie yang begitu
riuh, sejujurnya saya merasa bahwa masyarakat kita sedang dibodohi. Memilih
wakil rakyat murni berdasarkan wajah adalah jauh lebih bodoh daripada membeli
kucing dalam karung. Begitu banyak wajah, begitu sedikit unjuk kerja.
Fenomena kedua, adalah munculnya beberapa aparat pemerintah
yang benar-benar berprestasi, jujur dan bersih, yang hari-hari ini berhasil memenangkan
hati rakyat dengan hasil kerja keras mereka. Pribadi-pribadi ini bersinar
begitu terang, sangat kontras dengan gambaran muram yang sudah melekat selama
berpuluh tahun di wajah pemerintah. Untuk orang-orang seperti ini, mereka tidak
perlu lagi ikut berlomba memasang selfie
di jalan-jalan. Reputasi dan kapasitas mereka berbicara lebih lantang dan
menjangkau lebih jauh dari wajah mereka. Melihat tokoh-tokoh ini, hati saya
bersyukur sekaligus miris. Saya bersyukur karena akhirnya muncul juga
pribadi-pribadi pejabat yang bisa diharapkan untuk masa depan Indonesia, miris
karena begitu sedikitnya orang-orang yang seperti ini.
Uniknya, sebenarnya pribadi-pribadi ini tidaklah istimewa.
Mereka hanya sekedar melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang pejabat
negara dengan kejujuran dan etika yang juga seharusnya mereka miliki sesuai
sumpah jabatan. Saya teringat dengan sebuah wawancara dimana salah satu tokoh
ini berkata bahwa ia sama sekali tidak merasa kesulitan memimpin daerahnya,
karena semua solusi sudah tersedia oleh pemikiran para ahli. Dia hanya sekedar
melakukan bagian dan tanggungjawabnya sesuai sumpah jabatan tanpa kompromi, dan
berjuang sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Sebuah hal yang sebenarnya
normatif, tapi terasa begitu mencerahkan karena dilakukan di tengah kegelapan
moral pejabat pemerintah yang lain.
Melihat betapa meluasnya kecintaan masyarakat terhadap
tokoh-tokoh ini, saya berpikir bahwa mestinya kesempatan untuk benar-benar
dicintai dan dipercaya oleh masyarakat masih sangat luas. Memang kapasitas intelektual
disertai kerja keras mutlak diperlukan disertai keberanian untuk bertindak jujur
tanpa kompromi. Jika mereka tekun dalam hal itu maka akan tiba waktunya dimana
‘terang’ mereka akan ditemukan. Di tengah apatisme dan rasa muak menahun,
masyarakat kita sebenarnya sangat merindukan munculnya pemimpin yang
benar-benar bisa diandalkan dan dibanggakan. Kerinduan ini begitu kuat, seperti
kehausan seorang musafir di padang gurun. Melihat betapa gelapnya situasi, saya
percaya bahwa terang sekecil apapun pastilah satu saat akan terlihat. Dan jika
ditemukan oleh kekuatan media sosial, terang ini akan berlipat ganda dengan
kecepatan yang luar biasa.
Saat ini, saya sedang berdoa agar saya bisa menemukan
setitik terang, yang kepadanya saya akan memberikan suara. Saya tidak akan
mencari di tengah belantara perang selfie
yang sedang berkecamuk, tapi saya membuka mata dan telinga untuk menelusuri
berbagai kabar dan berita yang beredar, berharap menemukan butiran emas di
tengah lumpur. Mari kita terus berharap untuk Indonesia yang lebih baik, saya
percaya Tuhan akan membangkitkan lebih banyak lagi pribadi-pribadi pemimpin
bangsa yang benar-benar pantas menerima amanat dari rakyatnya.
No comments:
Post a Comment