Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu?…" Maleakhi 1:6
Ada satu hal yang unik yang akhir-akhir ini saya amati, yaitu istilah yang digunakan seseorang untuk memanggil rekannya. Untuk menyapa, panggilan “bro” sekarang menjadi sangat umum. Pertama kali saya mendengar orang saling menyapa dengan istilah itu waktu saya sedang di Jakarta sekian tahun yang lalu. Tapi kini sepertinya panggilan tersebut sudah cukup umum terdengar di mana-mana. Tidak hanya “bro”, panggilan “boss” juga sering saya dengar, khususnya dalam urusan tawar menawar di dunia bisnis.
Satu hal yang kita tahu bersama, panggilan “bro” atau “boss” tidaklah dimaksudkan untuk memiliki arti sesungguhnya. Saat seseorang memanggil rekannya dengan sebutan “bro” atau “boss”, ia tidak sedang bersungguh-sungguh menganggap rekannya sebagai saudara atau majikan dalam arti sebenarnya. Panggilan itu hanya sekedar sebagai pengganti nama dari yang dipanggil, sebuah sebutan yang nyaman digunakan untuk berbagai macam orang dari berbagai status sosial.
Tidak demikian halnya jika kita memanggil Yesus dengan sebutan “Tuhan”. Kita tidak bisa memanggil “Tuhan” sebagaimana kita memanggil seseorang dengan panggilan “boss”. Jika kita bisa menyapa atau memanggil siapapun dengan sebutan “bro” atau “boss” tanpa beban apa-apa, tidak demikian halnya dengan sapaan “Tuhan” kepada Yesus. Pada saat seseorang memanggil Yesus dengan sebutan “Tuhan”, dia sebenarnya sedang (dan harus) menempatkan diri sebagai hamba. Dan memang itulah yang benar, Yesus adalah Tuhan (Tuan) dan kita adalah hambaNya. Memanggil Yesus “Tuhan” tanpa benar-benar bermaksud menempatkan diri sebagai hambaNya dapat membuat kita melalaikan begitu banyak hal dalam kehidupan, yang berujung pada hukuman kekal. Tuhan Yesus pernah berfirman: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21).
Dengah rendah hati harus kita akui, kita sering tidak sepenuhnya bersikap hamba pada saat kita memanggil Yesus dengan sebutan “Tuhan”. Bagi kita sebutan “Tuhan” lebih merujuk pada apa yang Dia bisa (dan semoga) lakukan dalam hidup kita, bukan apa yang harus kita lakukan dalam ketaatan pada kehendakNya. Panggilan “Tuhan” terasa lebih cocok untuk gambaran seorang penolong maha baik, yang selalu ingin menyenangkan & menjawab kebutuhan kita, rela mati demi kita, dan tidak memiliki tuntutan apa-apa kecuali sedikit lagu pujian di hari Minggu dan komunikasi sekian menit perhari dalam doa. Atau seperti yang dikatakan dalam kutipan kitab Maleakhi di awal tulisan ini, panggilan “Tuhan” tidak lagi berkorelasi dengan tuntutan rasa takut dan hormat yang mendalam dari pihak kita. Kita bisa merasakan unsur kasih dalam panggilan “Tuhan”, tapi kehilangan makna “tuntutan”nya.
Ijinkan saya untuk memunculkan kembali unsur tuntutan dalam sapaan “Tuhan” ini. Kita perlu memeriksa kembali hidup kita, berapa persen dari waktu & kerja keras yang kita kerjakan, yang kita lakukan untuk Yesus sebagai ‘boss’ atau majikan kita. Memanggil Yesus sebagai Tuhan adalah sama dengan memanggil diri kita untuk melayani Dia. Ada tuntutan yang sangat besar bagi pihak kita, setiap kali kita memanggilNya “Tuhan”. Setiap kita yang pernah/sedang bekerja di bawah otoritas seorang majikan pasti tahu bahwa ada tuntutan yang jauh lebih besar daripada sekedar menyediakan waktu 2 jam seminggu, plus beberapa menit di pagi hari untuk sekedar mencari tahu kehendak sang majikan, dan setelah itu melanjutkan hari itu sesuai kehendak dan kesibukan kita sendiri.
Saya ingin mendorong bagi setiap saudara yang saat ini sudah memanggil Yesus sebagai “Tuhan” agar menyediakan waktu untuk melayani. Untuk bisa melayani, cara paling mudah adalah dengan mencari kesempatan untuk melayani di gereja, meskipun pelayanan tidak melulu harus di dalam bangunan gereja. Apapun bentuk pelayanan yang anda pilih, anda akan mengalami sukacita dan berkat yang berlimpah pada saat sungguh-sungguh melayani Tuhan. Tuhan Yesus bukan ‘boss’ yang pelit dan kejam, Dia sangat murah hati. Saat anda menghamba dengan menyediakan hati, waktu dan kerja keras, Yesus akan memberkati anda dengan sangat berlimpah dalam segala segi kehidupan. Bahkan kita semua akan mengalami bahwa tuntutan keTuhanan Kristus sebenarnya sangat ringan jika dibandingkan dengan berkat-berkat yang disediakan sebagai upah atas ketaatan pada keTuhananNya, seperti kata Yesus, “Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan." (Mat 11:30).
Jadi, sementara kita boleh memanggil satu sama lain dengan sebutan “bro” atau “boss”, mari kita memanggil Yesus sebagai “Tuhan” dengan menyadari bahwa kita sepenuhnya adalah hamba yang hidup untuk melakukan perintahNya. Kalau ada perusahaan bisa memberikan upah dan kepuasan kerja yang tinggi pada karyawannya yang setia dan cakap, saya percaya bahwa Tuhan Yesus sanggup memberikan upah dan kepuasan yang jauh lebih tinggi bagi setiap pekerjaNya. Amin!
No comments:
Post a Comment