Bukannya memberikan jawaban yang diharapkan pemuda ini,
Yesus justru memintanya untuk meninggalkan semua keberhasilan yang dicapai,
menjual semua harta dan kemudian datang untuk mengikuti Dia. Sebuah jawaban
yang mematahkan semangat pemuda yang luar biasa ini, sebuah jawaban yang akan
sulit diterima akal sehat. Pemuda ini jauh lebih berguna dalam keadaannya yang
sekarang, dia bisa menjadi seorang pemimpin yang berpengaruh luas dengan
kualitas-kualitas istimewa yang dimilikinya. Bagi sebagian besar kita, jika
kita ada di posisi pemuda ini, kitapun akan kecewa dengan jawaban yang ditawarkan
oleh Yesus.
Apa sebenarnya yang ditawarkan Yesus kepada pemuda ini?
Yesus sebenarnya sedang menawarkan sebuah perjalanan bersama dengan Dia. Sang
pemimpin muda telah mencapai sebuah batas, dimana ia telah mendapatkan semua
yang terbaik dari dunia. Seperti penulis kitab Pengkhotbah yang telah menggapai
segala yang mungkin diberikan dunia fana, ia menyadari batasnya dan merindukan
sesuatu yang lebih baik. Sementara sang Pengkhotbah memenuhi kitabnya dengan
kata “sia-sia”, pemuda ini tahu bahwa ia bisa berharap kepada Yesus untuk
jawaban. Dan Yesus memberikan jawaban yang sebenarnya, sebuah undangan untuk
beranjak dari batasan duniawi, dan mulai masuk dalam sebuah perjalanan bersama
dengan Dia.
Hal ini tidak berarti bahwa setiap kita harus menjual semua
harta kita hanya untuk mengikut Yesus. Poin utama dari jawaban Yesus adalah
untuk berani “meninggalkan” apa yang sudah dicapai, untuk memperoleh sebuah
pengalaman baru berjalan bersama Allah. Beberapa tokoh iman dalam Alkitab juga
diperintahkan, bahkan dipaksa oleh keadaan untuk meninggalkan semua pencapaian
mereka dan masuk dalam babak baru kehidupan. Abraham diminta meninggalkan tanah
airnya, Yakub harus lari dari keluarganya, Musa harus meninggalkan istana
Firaun, Yusuf dipaksa meninggalkan keluarga besarnya, dst. Dalam pengembaraan
itulah tokoh-tokoh ini belajar mengenal dan berjalan bersama Allah.
Undangan yang sama juga diberikan kepada setiap kita, yaitu
untuk berani meninggalkan zona nyaman dan masuk dalam sebuah perjalanan baru.
Ada titik-titik tertentu dalam kehidupan dimana kita semua mencapai batasan
kita masing-masing. Kehidupan menjadi nyaman, tapi juga stagnan, dan tidak ada
sesuatu yang baru. Setiap keberhasilan yang kita capai dalam kehidupan
sebenarnya bisa menjadi semacam ‘beban’ yang pada batas tertentu justru akan
membuat kita berhenti bertumbuh. Seperti lemari pakaian yang makin lama makin
penuh, ada waktu dimana kita harus membuang beberapa pakaian lama (yang mungkin
kita sukai) untuk menambahkan pakaian yang baru dalam lemari tersebut, atau
membeli lemari baru. Tapi tidak seperti lemari yang bisa diperbanyak kapan
saja, kita adalah manusia terbatas yang hanya memiliki satu takaran kehidupan
untuk diisi. Begitu kita mengisinya sampai penuh, kita tidak dapat lagi
memperoleh lebih. Perjalanan kita berhenti, dan kita tenggelam dalam kenyamanan
stagnan, complacency, yang akhirnya
berujung pada kesia-siaan.
Saya percaya ada waktu-waktu dimana Tuhan mengijinkan
guncangan dalam hidup kita, memaksa kita untuk kehilangan beberapa atau bahkan
semua prestasi yang sudah kita capai, hanya untuk menunjukkan bahwa masih ada
sebuah perjalanan baru yang segar bersama dengan Dia. Dalam keterbatasan kita
sebagai manusia, berkat-berkat yang baru tidak dapat kita terima kalau kita
tidak membuka genggaman kita dan melepaskan pencapaian-pencapaian lama. Rasul
Paulus rupanya menyadari rahasia ini sehingga ia menyatakan “…aku melupakan apa
yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku”
(Filipi 3:13). Mari kita memeriksa apakah ada hal-hal yang perlu kita
tinggalkan di masa lalu, melepaskan genggaman pada kebanggaan-kebanggaan lama,
dan mulai mengerahkan diri pada janji Tuhan yang ada di hadapan kita. Keep pressing forward!