"Engkau Bapa yang baik bagiku..."
"Dia selalu punya cara untuk menolongku..."
"MujizatNya pasti disediakan bagiku..."
"Tiada yang mustahil bagiMu dan bagiku..."
Beberapa hari ini saya sengaja mendengarkan salah satu stasiun radio Kristen di Surabaya, yang siarannya sebagian besar berupa lagu-lagu rohani. Setiap hari Selasa-Jumat, saya harus mengantar anak-anak saya ke sekolah, setelah itu barulah saya datang di kantor tempat saya bekerja. Perjalanan tersebut biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Lalu pada sore harinya terkadang saya harus mengulangi rute tersebut: kantor - sekolah - rumah, menghabiskan bahkan lebih dari satu jam, karena harus menghadapi kemacetan sore hari. Selama waktu-waktu itulah, saya menyetel radio saya pada stasiun radio tersebut. "Sekalian bisa tahu perkembangan lagu-lagu rohani terbaru saat ini", begitu pikir saya.
Entah mengapa, makin lama saya mendengar lagu-lagu pujian penyembahan yang diputar di radio tersebut, bukannya disegarkan saya justru merasa makin jemu dan lelah. Jelas bukan radionya yang salah, mereka hanya memutarkan lagu-lagu rohani yang mungkin dianggap enak didengar, banyak terjual, dinyanyikan oleh artis-artis kristen yang sudah populer. Ditinjau dari susunan melodi, rata-rata lagu tersebut cukup enak di dengar, dicipta dan diaransemen dengan baik. Kalaupun saya mencermati liriknya, semestinya tidak ada sesuatu yang salah. Sebagian besar, kalau tidak bisa dibilang semua lagu yang saya dengar memiliki tema tentang kebaikan Tuhan, mujizat Tuhan, hadirat Tuhan, berkat Tuhan, dst. Dan semua itu memang sesuatu yang sudah selayaknya dialami oleh orang Kristen.
Lalu apa yang salah? Mengapa saya bukannya disegarkan tapi justru malah dilelahkan? Terpikir oleh saya, mungkin saya yang lagi nggak beres. Mungkin saja jauh lebih banyak orang yang disegarkan dan dikuatkan oleh lagu-lagu tersebut. Saya harus akui, bahwa mungkin saja memang saya yang salah menilai. Tapi saya tidak mau membohongi diri sendiri: ada sesuatu dalam lagu-lagu tersebut yang membuat saya jenuh, bahkan muak.
Setelah saya merenung-renung, akhirnya saya menemukan beberapa penyebab mengapa saya lelah dengan semua melodi & lirik yang mestinya begitu indah:
1. Semua lagu tersebut berpusat pada apa yang Tuhan lakukan untuk AKU.
Semua lirik peninggian & pujian kepada Tuhan, semuanya terhubung pada apa yang telah kita terima dari Dia. Tuhan dahsyat karena Ia telah berbuat ini dan itu UNTUKKU. Tuhan baik karena Ia telah menyediakan KEBUTUHANKU. Tuhan melakukan mujizatNya BAGIKU. Untukku...bagiku...demi aku... seolah-olah, tanpa keterlibatan tokoh "aku" tidak ada yang perlu dinyanyikan tentang kedahsyatan, kebaikan dan keajaiban Tuhan. Dimanakah lagu-lagu yang murni berkisah tentang keagungan Tuhan tanpa embel-embel "untuk aku" di dalamnya? Kitab amsal menyatakan dengan tajam: "Si lintah mempunyai dua anak perempuan: "Untukku!" dan "Untukku!"" (Ams 30:15). Rupanya nyanyian si lintah itulah yang saya dengar dibalik lirik-lirik indah tersebut. Saya terkenang dengan lagu-lagu jadul, yang meskipun melodinya tidak seindah lagu jaman sekarang, tapi liriknya bergema dengan pengagungan tentang Allah, tanpa melibatkan "aku" sedikitpun.
Biar seluruh bumi, nyanyikan kebesaran-Mu
Biar yang bernafas memuji namaMu
Engkau layak, layak trima pujian
Kuduslah Kau Tuhan
Atau sebuah lagu jadul lain lagi:
Terpujilah nama Tuhan, Dia yang layak menerima pujian
Bersehati kita mengangkat tangan
Nyanyi pujilah Tuhan, pujilah Tuhan
Puji dan sembah nama-Nya
Layak, Engkau layak ) 2x
Kau Raja, Kau Tuhan, Engkau layak )
Mungkin bagi orang Kristen jaman sekarang, lirik2 lagu di atas, tidak "menyentuh", karena tidak berbicara tentang "untukku". Mungkin album yang berisi lagu-lagu semacam di atas tidak bakal laku, karena tidak berkenaan dengan 'kebutuhanku', 'pergumulanku', 'masalahku', 'perasaanku'. Saya tidak tahu pasti. Itu hanya dugaan saja, mengingat begitu berlimpahnya album2 rohani dari para 'pemuji dan penyembah' dari berbagai latar belakang gereja, namun begitu sedikit lagu yang benar-benar mengagungkan Tuhan tanpa "aku" di dalamnya.
2. Keintiman yang dieksploitasi habis-habisan
Mari kita membayangkan sebuah film, yang 90% isinya menyajikan keintiman antara dua pribadi yang saling mencintai. Tidak ada alur cerita yang jelas atau pesan yang jelas, film tersebut hanya menampilkan keintiman antar dua orang saja. Kalau ada film seperti itu, jika ia tidak masuk kategori film porno, film tersebut pastilah sangat membosankan. Itulah yang terjadi dalam industri musik rohani sekarang, khususnya di Indonesia.
Keintiman dengan Tuhan jelas tidak salah, juga tidak masalah untuk sesekali dituangkan dalam sebuah lagu. Namun keintiman dengan Tuhan seharusnya lebih bersifat pribadi, dan sebenarnya bukan untuk disajikan sebagai konsumsi publik. Yang namanya "keintiman" jelas bukan untuk dieksploitasi, apalagi untuk dijual. Film-film jaman sekarang menggunakan/menyajikan adegan intim sebagai bumbu penyedap, sebagai pemancing respon emosional atau seksual. Hampir sama dengan film, lagu-lagu tentang keintiman, dapat membangkitkan respon emosional pada pendengarnya, menimbulkan keinginan pada pendengar untuk turut merasakan keintiman yang dinyanyikan.
Harap jangan salah sangka, saya tidak sedang berbicara tentang kemesuman. Saya berbicara tentang keintiman yang sah, antar suami istri, dan antar Tuhan dengan umat-Nya. Tapi keintiman yang sah, bagaimanapun juga akan menjadi sebuah hal yang memuakkan jika dieksploitasi secara berlebihan dalam sebuah film ataupun lagu. Itu yang saya rasakan pada saat mendengar lagu2 rohani, yang semuanya bercerita tentang keintiman dengan Tuhan. Kosa kata dan kalimat yang digunakan untuk menggambarkan keintiman selalu itu2 saja, menunjukkan bahwa keintiman tersebut tidaklah benar-benar dialami, tapi memang dibuat-buat agar lagu tersebut laku dijual.
Mungkin saya harus minta maaf pada para pencipta lagu rohani. Tapi saya berani bertaruh, jika seseorang benar-benar mengalami keintiman yang luarbiasa dengan Tuhan, lagu-lagu yang diciptakannya akan kehilangan kata "untukku" di dalamnya. Perjumpaan pribadi dengan Tuhan akan selalu melumatkan diri kita, seperti jerami dalam api. Dalam hadirat Tuhan yang begitu kuat, kita bahkan tidak akan menyadari lagi kebutuhan kita, keinginan kita, pergumulan kita. Semua tentang kita menjadi tidak berarti, menjadi kabur, ditenggelamkan oleh hadirat Tuhan yang begitu mulia. Seperti lirik lagu ini:
Bila kupandang kemuliaan-Mu
Bila kurenungkan keagungan-Mu
Bila sekelilingku jadi pudar, karena terang-Mu
Kusembah Kau, Kusembah Kau ) 2x
Tujuan hidupku, untuk sembah Kau )
Oh betapa saya merindukan adanya lagu-lagu baru yang lahir dari jiwa yang benar-benar terbakar oleh hadirat Tuhan, lagu yang sepenuhnya bercerita tentang kemuliaan dan kedahsyatan Allah, begitu penuh kekaguman, tidak lagi punya tempat "untukku". Lirik-lirik yang benar-benar diilhami oleh Roh Kudus, tidak hanya menyentuh emosi saja, tapi berkuasa untuk mengubah jalan hidup orang. Lagu-lagu semacam itu, tidak akan pernah gagal untuk selalu menyegarkan jiwa pendengarnya.
Semoga Tuhan membangkitkan para pemuji dan penyembah yang sebenarnya.