Saturday, July 02, 2011

‘Innocent Lust’ – Romantika ala film Korea

Sudah cukup lama saya terheran-heran mengapa kok banyak sekali anak muda, khususnya cewek, yang suka banget nonton film korea. Konon film Korea yang berseri bisa mencapai ratusan episode, dan mereka bisa menontonnya secara maraton, menghabiskan waktu berhari-hari. Bahkan ada orang-orang yang menciptakan sebuah nama Korea untuk dirinya, menggunakan sapaan bahasa Korea di facebook, membeli baju, asesoris, dll yang bernuansa Korea. Padahal dilihat dari sudut pandang sinematografi (saya sempat melihat sekilas2 film Korea yang diputar di stasiun TV nasional) gak jauh beda dengan model sinetron Indonesia yang lighting dan anglenya begitu-begitu aja.

Saya kemudian merasa bahwa pasti ada sesuatu yang ‘mengikat’ dalam film-film Korea ini, sesuatu yang membuat penontonnya begitu fanatik. Sekilas saya melihat bahwa hampir semua film Korea yang beredar mengusung drama percintaan sebagai tema sentral. Nampaknya ada sesuatu yang berbeda dalam penyajian drama percintaan ala film Korea, jika dibandingkan dengan film dari negara lain.

Dan akhirnya saya berkesempatan untuk menonton sebuah film Korea dari awal sampai akhir secara tidak sengaja. Ceritanya waktu itu saya pergi ke bioskop, dan secara acak memilih film yang kelihatannya bagus “The Sword with No Name”. Saya suka film silat dengan latar belakang kerajaan jaman kuno. Di awal film, baru tahu kalau itu bukan film silat Hongkong, tapi film Korea. Dengan berjalannya waktu baru tahu juga kalau itu sebenarnya film drama percintaan, bukan film silat… walah… Tapi dari film itu akhirnya saya mengetahui apa yang menjadikan film Korea begitu menarik bagi banyak anak muda. Tidak hanya itu, saya juga berkesempatan melihat sebuah iklan tentang pariwisata Korea di sebuah channel TV satelit, dan iklan itu mengusung tema percintaan ala Korea sebagai latar belakang iklan. Dan baru kemarin, pas saya makan siang di sebuah depot, saya sempat melihat sebuah fragmen sinetron Korea di TV selama sekian puluh menit. Dari tiga “perjumpaan” ini, saya mulai menangkap adanya satu persamaan, yang membuat anak-anak muda tergila-gila.

Ada satu hal yang membuat film romans Korea berbeda: keluguan (innocence) dari para tokohnya. Berbeda dengan tokoh Bella Swan atau Edward Cullen di film Twilight yang masing-masing memiliki sisi gelap, tokoh2 (cewek) dalam kisah romantika ala Korea ditampilkan dengan begitu lugu, tidak berdosa, tidak berpengalaman soal cinta, malu-malu, sekaligus sangat desireable. Tokoh cowok protagonis ditampilkan penuh hasrat, sekaligus penuh pengendalian diri, innocent, berkarakter kuat dan mencintai si cewek dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya. Di iklan ttg pariwisata Korea yang saya lihat, sebelum kedua tokoh utama berciuman, ditampilkan ekspresi ‘malu tapi mau’, dan pada saat ciuman bibir benar-benar terjadi, semuanya disajikan begitu romantis, bersih dan sopan. Di film ‘Sword with no name’, digambarkan si cewek yang matanya ‘kelilipan’, dan si cowok berusaha membantu dengan menjilat mata kekasihnya itu. Setelah itu wajah mereka bertemu begitu dekat, saling bertatapan mengutarakan isi hati masing-masing, dan tidak seperti film barat yang mengumbar adegan ciuman, mereka tidak jadi berciuman karena konteks ceritanya adalah cinta tak sampai antara kedua tokoh utamanya. Cium…nggak…cium…nggak…, keraguan ini menyalakan sesuatu dalam diri setiap penonton remaja. Untuk anak muda yang belum atau sedang berpacaran, percintaan semacam ini sungguh-sungguh membangkitkan sebuah hasrat yang sangat kuat untuk mengalami romantika yang serupa dengan yang disajikan di film-film tersebut.

Meskipun dari luar percintaan yang ditampilkan seolah-olah sangat polos & innocent, saya justru merasa bahwa ada bahaya besar yang mengancam. Saya bukan orang tipe paranoid yang sedikit-sedikit melihat bahaya dimana-mana, tapi saya melihat ada beberapa bahaya yang sangat halus/subtle dalam drama percintaan ala film Korea. Hal-hal negatif yang bersifat subtle biasanya justru lebih berbahaya daripada yang terang-terangan, karena lebih sulit untuk dideteksi. Berikut beberapa hal yang saya cermati:

1. Kenaifan sebagai bahan bakar romantisme
Sesungguhnya keluguan menunjukkan bahwa seseorang samasekali belum siap untuk berpacaran dan menikmati romantisme. Cinta haruslah dialami dengan dikawal oleh kecerdasan emosional dan wawasan yang cukup. Keluguan sama dengan kenaifan, tanda utama ketidakdewasaan. Kenaifan memang bisa membakar romantisme, tapi ujung romantisme selalu adalah dorongan seksual yang sangat kuat. Pada saat gelombang asmara membakar seorang yang belum dewasa, hasilnya adalah hawa nafsu. Itu sebabnya romantisme tidak pernah boleh menjadi fokus dari sebuah hubungan pranikah. Betapa ironis bahwa banyak anak muda yang justru kehilangan keluguan mereka saat jatuh dalam dosa percabulan dengan orang yang mereka cintai. Film Korea tidak pernah menunjukkan realita ini. Sebagai media hiburan, mereka tidak berkewajiban membawa orang pada realita sebenarnya tentang akibat hubungan yang diwarnai kenaifan semacam itu.

2. Cinta yang dinikmati dalam kenaifan nampak begitu indah
Tidak heran pada masa sekarang para remaja tidak tahan lagi untuk tidak berpacaran selekas mungkin. Dalam kenaifan mereka, anak-anak yang masih SMP/SMA sudah dibakar oleh api asmara, sementara mereka-mereka yang jomblo begitu menginginkan pacar dengan segenap hati mereka. Bukannya mengembangkan wawasan, para anak muda ini tanpa sadar ‘mempertahankan’ kenaifan mereka, sambil berharap bahwa satu saat berharap bisa menikmati cinta. Realitanya adalah, cinta yang dinikmati dalam kenaifan sangat berbahaya. Cinta itu seperti api, sangat kuat dan berguna, tapi tidak ditangan orang yang bodoh. Di tangan orang yang naif, cinta bisa menjadi seperti api yang menghancurkan banyak hal. Keindahan cinta dirancang oleh Tuhan untuk dinikmati secara maksimal dalam sebuah latarbelakang kekudusan dan kedewasaan yang bertanggung jawab, diikat oleh komitmen seumur hidup di hadapan Tuhan dan manusia.

Sebenarnya mengapa innocence/keluguan ini begitu menimbulkan hasrat? Saya yakin ini berkaitan dengan kerinduan setiap kita untuk kekudusan yang sejati. Kita tidaklah dirancang untuk bergelimang dalam dosa. Cintapun sebenarnya dirancang untuk dinikmati dalam kekudusan. Namun kerinduan kita menjadi salah arah. Bukannya mendekat pada Tuhan untuk mencari cinta yang kudus, kita dibuat merindukan cinta duniawi yang mengobarkan hawa nafsu dalam kenaifan. Khusus bagi para cewek, anda memang diciptakan untuk ‘diingini’. Tuhan menciptakan Hawa dengan cara “mengambil” sesuatu dari Adam, sehingga seorang wanita akan selalu merindukan untuk “ditarik kembali” oleh seorang pria. Tapi waspadalah jika ada pria yang mengingini anda karena kenaifan anda. Pada dasarnya seorang pria yang berkualitas tidaklah tertarik pada kenaifan. Kenaifan hanya menarik bagi pria-pria tidak dewasa yang tidak tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan.

Bagi anda-anda yang sudah kadung nonton film Korea banyak-banyak, anda harus bekerja keras untuk meredefinisi pemikiran anda tentang romantisme yang benar. Sekali lagi, keluguan adalah berbahaya untuk orang yang jatuh cinta. Cinta yang benar haruslah dewasa dan cerdas, mampu melihat dengan obyektif dan mengambil keputusan yang benar. Semoga memberkati!